Pada masa sekarang, ada banyak pihak yang mengklaim Nusantara sebagai negeri Saba di masa lalu. Namun, klaim-klaim tersebut umumnya didasari oleh keberadaan beberapa toponim di Nusantara yang dianggap identik dengan nama “Saba atau Sabah”, antara lain: Wonosobo, sabah, dan masih banyak lagi.
Klaim yang didasari keberadaan toponim yang dianggap identik seperti ini akan menemukan kesulitan ketika dihadapkan pada kenyataan bahwa terdapat pula toponim atau etnonim yang identik dengan Saba di wilayah belahan bumi lain, yang didukung dengan bukti-bukti yang lebih konkrit berupa manuskript kuno dan berbagai artefak lainnya.
Contohnya kebra nagast, catatan kuno dari abad ke-14, yang berisi penjelasan tentang bagaimana Ratu Syeba (Ratu Makeda dari Ethiopia) bertemu Raja Salomo dan tentang bagaimana Tabut Perjanjian datang ke Etiopia dengan Menelik I (Menyelek).Juga terdapat temuan arkeologis di wilayah Yaman (Arab selatan) mengenai eksistensi kerajaan Saba di wilayah tersebut pada masa kuno.
Sebagaimana yang dijelaskan Israel Finkelstein dan Neil Asher Silberman (2007) dalam buku “David and Solomon: In Search of the Bible’s Sacred Kings and the Roots of the Western Tradition” yang menegaskan negeri Saba letaknya di Arabia Selatan.
Hal ini dibahas pula oleh Jawwad Ali dalam bukunya “Sejarah Arab Sebelum Islam”.Lalu, apakah klaim Nusantara sebagai negeri Saba memang betul-betul lemah? tidak adakah pembuktian diskursif yang benar-benar dapat menguatkan klaim tersebut? JAWABNYA: ADA.
Wilayah telaah yang saya lihat tidak pernah dijelajahi pihak-pihak yang mengklaim Nusantara sebagai negeri saba (sabah) adalah tentang tinjauan etimologi ‘Saba’ atau ‘sabah’ (صباح) yang sebenarnya bermakna “Pagi” dalam bahasa Arab. Kata ‘sabah’ yang berarti pagi ini kita miliki bentuk morfologinya dalam bahasa Indonesia yaitu kata “subuh” yang berarti “awal hari” atau dapat juga kita maknai “pagi”.
Pertanyaan yang mestinya timbul kemudian adalah, Jika benar Nusantara adalah negeri Saba, mengapa ia disebut negeri Saba (negeri pagi)? apa alasannya?

Untuk menjawab pertanyaan ini, saya ingin membawa pembaca terlebih dahulu memahami filosofi “Bangsa Matahari” yang mendasari lahirnya mitologi Dewa Matahari, yang dalam kurun waktu ribuan tahun perjalanan peradaban manusia, terus eksis, hadir di peradaban berbagai bangsa dengan sebutan yang berbeda-beda.
Kita patut bersyukur karena pemahaman filosofi yang mendasari spirit peradaban manusia selama ribuan tahun itu dapat kita temukan terekam dalam catatan Himne tertua Veda, yakni pada himne 1.115 Rgveda yang menyebutkan:
Surya sebagai penghormatan khusus untuk “Matahari Terbit” dengan simbolismenya sebagai penghilang kegelapan, orang yang memberdayakan pengetahuan, kebaikan dan semua kehidupan.
Untuk diketahui, dalam tradisi Hindu, Surya berkonotasi Dewa Matahari. (Roshen Dalal, Hinduism: An Alphabetical Guide, 2011), begitu pula Dewi Usas (Dewi Fajar). Lalu, sosok siapakah yang dianalogikan bagai “Matahari terbit di pagi hari yang menghilangkan gelap malam”? silakan baca pembahasannya dalam artikel ini: Jejak Dewi Fajar (…)
Hal terpenting untuk dicermati dari Rekaman Himne tertua Veda di atas, adalah pada kalimat “sebagai penghormatan khusus untuk Matahari terbit”, karena ini mesti kita cermati bahwa dari kesemua rentang waktu posisi matahari di langit pada siang hari, hal yang paling dikhususkan terletak pada posisi waktu ia terbit, yang dalam perbendaharaan Bahasa kita pada hari ini, kita kenal dengan sebutan “pagi”.
Menurut saya, harusnya dibahas dulu tentang pengertian sabah, atau sobah, atau pun subuh. Barulah membahas mori sebagai bentuk kata lain dari pagi.
Di artikel ini saya awalnya agak bingung, baru mengerti saat di pertengahan ketika sudah menyebut tentang Sabah.
Bagaimanapun, artikelnya mantab. Mengandung wawasan luas. Dan sebagai tambahan… Bagaimana dengan Sabah, Malaysia? Bagaimana juga dengan tradisi ritual jepang yang menghadap ke timur saat matahari terbit? Kalau tidak salah istilahnya Taisho?
siap, terima kasih atas sarannya…
Tulisan analisanya keren cuman tidak ada pembahasan inti dr judulnya jd sia2 bacanya.
Sama Bro hehe kudu luwih detail yen iso
Betul jgn terkecoh kosakata pagi sabah dst dst, banyak diwilayah timur benua asia ada istilah ttg wilayah pagi, matahari dll tdk cm di saba nusantara, sabah dimalaysia,
Wana saba artinya?? Wana hutan, saba? Berkumpul
Entahlah.
Mulai digali jg jejak2 metodologi iblis dan balatentara nya dalam membodohi manusia,
1) mengajarkan secara halus manusia menyembah api, matahari, sinar, cahaya, surya, mungkin petir jg, knp?
Krna iblis merasa berasal dr api, bercahaya, dst dst.
2) iblis dan balatentara nya punya.metodologi jg menyesatkan manusia, contoh ibrahim as sebagai nabi, oleh generasi2 sebelumnya diubah menjadi dewa/tuhan, dan bnyak nabi2 atau orang sholeh yg dijadikan dewa atau tuhan.oleh generasi2 sesudahnya.
3) dst dst
Disetiap suku pasti sdh diutus minimal seorang nabi, contoh pasti ada nabi yg diutus untuk orang2 jepang dahulu kala, lama2 nabi trsebut.jd salah satu dewa, atau penduduk.trsebut tanpa sadar menyembah dewa matahari alias iblis,
Ingat hari lahir dewa matahari? Yg dirubah jadi hari lahir tuhan?
Metodologi Iblis yg berulang bukan?
Modus operandi