Ini Alasan Di Masa Kuno Nusantara Disebut Negeri Pagi

0 Shares
Reading Time: 14 minutes

Dalam tulisan saya sebelumnya (Negeri Sabah atau Negeri Pagi, Identitas Nusantara di Masa Kuno dan Ini Beberapa Catatan Kuno yang Menyebut Nusantara sebagai Negeri Saba) telah saya bahas mengenai hipotesis Nusantara sebagai Negeri Saba atau Negeri Pagi, dengan asumsi bahwa kata “saba” berasal dari bahasa Arab “sabah” yang berarti “pagi”.

Hipotesis ini tentunya memunculkan pertanyaan selanjutnya, bahwa jika ada yang disebut “Negeri Pagi”, apakah ada pula yang disebut “Negeri Siang”, “Negeri Sore”, dan “Negeri matahari terbenam”?

Ternyata, penelusuran yang saya lakukan beberapa tahun terakhir ini dapat membuktikan keberadaan semua negeri tersebut.

Ini yang kemudian mendasari kesimpulan saya bahwa telah ada pembagian zona waktu di masa kuno, yang kuat dugaan saya dilakukan oleh Bangsa Matahari.





Pembagian Zona Waktu di Masa Kuno

Yang menarik karena Pembagian waktu ini, jika dicermati, nampaknya erat kaitan dengan pembagian waktu ibadah harian dalam tradisi Yahudi, umat Kristiani, maupun Islam.

Sebagaimana kita ketahui, Lima waktu shalat yang dikenal dalam Islam – yang didasarkan pada posisi matahari, yaitu: Fajar (ketika Matahari terbit), Lohor atau Dhuhur (ketika matahari tepat di atas kepala), Azhar (ketika posisi Matahari telah condong ke barat), Maghrib (matahari terbenam) dan Isya (malam). 

Sementara itu, dalam praktek Kristiani, jam kanonik, yaitu jadwal tradisional siklus monastik doa harian – terbagi dalam beberapa pembagian waktu, yaitu: Matins (Tengah Malam); Lauds (sekitar 3 AM); Prime: 6-9 AM (matahari terbit dan pagi hari); Underne (Terce): 9-12 AM (pagi); Sexte: 12-3 PM (siang); None: 3-6 PM (sore); Vesper (Senja/Maghrib): 6-9 PM (malam); Compline: 9 PM. (Jeffrey L. Forgeng, Will McLean. Daily Life in Chaucer’s England.  Greenwood Press, 2009, hlm. 69-70)

Teman-teman, dukung saya dengan subcribe di Channel Youtube ini... itu akan sangat membantu channel Youtube ini untuk terus berkembang. Terima kasih!

Dapat kita lihat bahwa pembagian waktu-waktu ibadah yang terdapat dalam tradisi keagamaan Yahudi dan Kristiani, nampak nyaris tidak ada bedanya dengan waktu-waktu shalat harian dalam tradisi Islam. Hanya saja di dalam Islam, waktu shalat di jam 9 pagi, yaitu shalat Dhuha, tidak masuk dalam shalat wajib yang lima waktu, tapi hukumnya sangat dianjurkan untuk dilakukan.

Pembagian waktu-waktu ibadah tersebut berinterval waktu 3 jam, yang dalam pembagian garis bujur bernilai 45 derajat . Jadi, jika merujuk penentuan titik meridian 0  derajat berada di Greenwich (sebagaimana yang berlaku di dunia moderen) maka, nilai masing-masing waktu tersebut adalah:

  • jam 6.00 (terbit fajar diujung timur) berada di garis bujur 180 derajat;
  • jam 9.00 (pagi) berada di garis bujur 135 derajat;
  • jam 12.00 (siang) berada di garis bujur 90 derajat;
  • jam 15.00 (sore) berada di garis bujur 45 derajat;
  • jam 18.00 (terbenam matahari) berada di garis bujur  0 derajat.

Dapat diduga bahwa nilai sudut dari jam-jam tersebut adalah nilai sudut posisi Matahari di langit dilihat dari bumi.



Dari kesemua waktu ibadah yang telah diuraikan di atas,  ada empat waktu yang saya perkirakan menjadi dasar penentuan zona waktu berdasarkan posisi matahari di langit siang hari, yaitu: waktu pagi, siang, sore, dan maghrib. Formasi pembagian zona waktu disusun berurutan dari timur ke barat.

Metode penentuannya adalah menyelaraskan waktu fajar di zona tertentu dengan waktu yang ditunjukkan wilayah paling timur di bumi pada saat yang sama. Mengacu pada data peta, pulau Nukulaelae di Tuvalu adalah wilayah paling timur di bumi.

Berikut hasil pencarian keberadaan toponim yang identik dengan nama waktu-waktu ibadah agama Samawi, dan sebagai bukti adanya pembagian wilayah di bumi pada zaman kuno menurut posisi matahari di langit:



Zona Pagi atau Sabah

Zona Pagi atau Sabah berada tepat di wilayah nusantara. Di masa lalu, Nusantara dikenal dengan nama SabaSabadeiba dan She-po atau Cho-po.

Jika penentuan titik zona pagi mesti didasarkan pada perhitungan bahwa ia berada di garis bujur yang berjarak 45 derajat dari ujung timur,  yang berarti berada pada garis bujur 135 derajat (dengan ketentuan  titik meridian 0  derajat berada di Greenwich, dan titik terbit fajar di ujung timur berada di Tuvalu – garis bujur 180 derajat),  maka titik tersebut mesti berada di pulau Papua.

Berjarak 1 jam ke arah barat, di garis bujur 120 derajat – terdapat pulau Sulawesi. Di sini terdapat toponim yang jelas-jelas bermakna pagi, yaitu: Makale. Dalam bahasa tae’, makale artinya pagi. Makale saat ini merupakan ibu kota kabupaten Tana Toraja di provinsi Sulawesi Selatan. 

Namun, secara keseluruhan wilayah nusantara bisa dikatakan sebagai zona wilayah pagi, berikut uraiannya…

Wilayah nusantara kita ketahui terbagi atas 3 (tiga) zona waktu, yang jika kita selaraskan dengan zona waktu di Tuvalu maka dapat kita rinci sebagai berikut:

  1. Waktu Indonesia timur (WIT), berinterval waktu sekitar 3 jam dengan Tuvalu, yang berarti saat terbit fajar di waktu Indonesia timur pada pukul 06:00, dalam waktu yang bersamaan di tuvalu telah menunjukkan pukul 09:00 pagi.
  2. Waktu Indonesia tengah (WITA), berinterval waktu sekitar 4 jam dengan Tuvalu, yang berarti saat terbit fajar di waktu Indonesia tengah pada pukul 06:00, dalam waktu yang bersamaan di tuvalu telah menunjukkan pukul 10:00 pagi.
  3. Waktu Indonesia Barat (WIB), berinterval waktu sekitar 5 jam dengan Tuvalu, yang berarti saat terbit fajar di waktu Indonesia barat pada pukul 06:00, dalam waktu yang bersamaan di tuvalu telah menunjukkan pukul 11:00 pagi.

Dapat kita lihat bahwa tatkala matahari terbit di wilayah Nusantara, pada saat yang bersamaan di wilayah paling timur di muka bumi (Tuvalu) telah memasuki waktu pagi hari. Inilah mengapa wilayah Nusantara di masa lalu disebut sebagai wilayah Sabah yang berarti pagi dalam bahasa Arab.



0 Shares