Ini Asal-Usul Nama ‘Jawa’ Menurut Konsep Lokapala (bagian 1)

Reading Time: 8 minutes

Ketika kita mencari tahu asal-usul nama ‘Jawa’, di Wikipedia kita dapat temukan sajian narasi bahwa “hal itu dapat dilacak pada kronik berbahasa Sanskerta yang menyebut adanya pulau bernama Yavadvip(a) (dvipa berarti “pulau”, dan yava berarti “jelai” atau juga “biji-bijian”). 

Penjelasan tersebut merujuk pada apa yang disampaikan Thomas Stamford Raffles dalam bukunya “The History of Java” (1965: hlm. 3). Dan tampaknya ini adalah argumen asal usul nama ‘Jawa’ yang paling banyak tersebar luas selama ini.

Ron Hatley memberikan dugaan lain bahwa kata ‘Jawa’ berasal dari akar kata dalam bahasa Proto-Austronesia yang berarti “rumah” (Mapping cultural regions of Java” in: Other Javas away from the kraton. pp. 1–32)

Selama itu, sebutan ‘Jawa’ oleh para ilmuwan sejarah biasanya dianggap terkait dan merupakan bentuk perubahan fonetis dari kata “saba” yang memang banyak ditemukan dalam catatan-catatan kuno.



Kata ‘saba’ dianggap transliterasi dari sebutan ‘She-po’ yang merupakan sebuah toponim dalam kronik cina kuno untuk suatu negeri di wilayah laut selatan (nan hai) yang kita kenal sebagai nusantara atau Indonesia pada hari ini.

Teman-teman, dukung saya dengan subcribe di Channel Youtube ini... itu akan sangat membantu channel Youtube ini untuk terus berkembang. Terima kasih!

Senada dengan hal ini, Giovanni de Marignolli, seorang musafir katolik terkemuka dari Eropa yang berkelana ke Cina pada abad-14 Masehi, menyampaikan dalam catatan perjalanannya bahwa, ketika ia dalam perjalanan pulang dari Cina untuk kembali ke Avignon (Italia), ia memutuskan menggunakan jalur laut, setelah sebelumnya menggunakan jalur darat untuk memasuki wilayah Cina, yang dengan demikian, memungkinkan ia untuk dapat mampir di Nusantara dan India. 

Dalam perjalanan pulang ini ia mengatakan menyempatkan diri mengunjungi negeri Saba yang disebut dalam kitab suci, yang ia temukan masih dipimpin oleh seorang ratu. 

Ia menyebut kerajaan itu terletak di pulau paling indah di dunia. Dinding istana dihiasi dengan gambar-gambar historis yang bagus; kereta dan gajah banyak digunakan, terutama untuk para wanita; ada gunung yang sangat tinggi, yang disebut Gybeit atau “Yang Terberkati.” 

Ratu memperlakukan dengan baik para pelancong dengan menghadiahkan mereka ikat pinggang emas; ada beberapa orang-orang Kristen di sana.

Mencermati catatan Marignolli ini, dapat diduga bahwa negeri  ‘saba’ yang ia datangi tersebut adalah jawa, dan kerajaan yang ia kunjungi adalah majapahit yang pada saat itu dipimpin oleh Tribhuwana Tunggadewi segera setelah Raja Jayanagara mangkat. 

Hal ini sejalan dengan fakta yang ditunjukkan dalam piagam Berumbung yang dikeluarkan oleh Rani Tribhuwana Tunggadewi pada tahun Saka 1251 bulan Bhadra atau sekitar Agustus-September 1329 Masehi. Waktu ini sesuai dengan kisaran tahun perjalanan Marignolli di asia. (Piagam Berumbung, 1329, disinggung oleh N.J. Krom _dalam “Epigraphisce Aanteekeningen XIII”, T.B.G. LVIII, hlm. 161; diumumkan pada tahun 1915 dalam O.V., no. 2, hlm. 68; dibahas oleh F.H. van Naerssen dalam B.K.I. 1933, hlm. 239-258). 

Dr. Maharsi dalam kamus Jawa Kawi Indonesia (Pura Pustaka, 2009) menganggap bahwa kata “Saba” berasal dari kata bahasa Jawa kawi yaitu ‘Saba’ yang berarti “pertemuan” atau “rapat”. Dengan demikian kata itu menurutnya dapat diartikan sebagai “tempat bertemu”.

Senada dengan pernyataan Dr. Maharsi, Fahmi Basya dalam bukunya “Indonesia Negeri Saba”, lebih menginterpretasikan bahwa kata tersebut berarti “tempat bertemu”, “tempat berkumpul”, atau “tempat berkumpulnya bangsa-bangsa”. 

Demikianlah informasi yang sejauh ini mengemuka dalam khasanah literatur kita terkait asal usul nama ‘Jawa’.

Jawi dan Jawa

Mengenai sebutan ‘jawi’, William Edward Maxwell memberi penjelasan dalam A Manual of the Malay Language: With an Introductory Sketch of the Sanskrit Element in Malay” bahwa, ‘jawi’ berasal dari bahasa Arab, dibentuk sesuai dengan aturan tata bahasa Arab dari kata benda Jawa / Java.  Sama seperti ‘Makkah’, ‘Meccah’, yang memunculkan derivasi ‘Makk-i’ atau ‘maki’.

Yang menarik, terkait fenomena sebutan ‘Jawi’, William Edward Maxwell mengatakan bahwa di masa kuno ada koloni Melayu dan Jawa yang cukup besar di Mekah, di mana semua orang Mekah dikenal tanpa pandang bulu sebagai Jawi. Ini selaras dengan hipotesis saya dalam banyak tulisan sebelumnya – misalnya dalam artikel: Diskursus ‘Diaspora Yaman’ – yang mengungkap bahwa di masa kuno, orang-orang dari wilayah timur (spesifiknya dari Nusantara) yang merupakan bangsa pelaut ulung, telah melakukan migrasi dan membuat koloni-koloni di wilayah barat.