Ini Asal-Usul Nama “Jawa” Menurut Konsep Lokapala (bagian 2)

Reading Time: 9 minutes

Pada bagian 1 telah saya ulas informasi yang sejauh ini mengemuka dalam khasanah literatur kita terkait asal usul nama “Jawa”. Seperti pendapat yang mengusung sumber kronik berbahasa Sanskerta yang menyebut adanya pulau bernama Yavadvip(a) (dvipa berarti “pulau”, dan yava berarti “jelai” atau juga “biji-bijian”), dan beberapa lagi pendapat lainnya. Di bagian ke 2 ini, saya akan fokus membahas asal usul nama Jawa menurut konsep Lokapala (penjaga mata angin).

Dalam tradisi Hindu dikenal konsep “Lokapala” yaitu tentang dewa-dewa penjaga arah mata angin. Dewa-dewa tersebut adalah: 

  1. Indra (Timur)
  2. Kubera (Utara)
  3. Varuna (Barat)
  4. Yama (Selatan)



Dalam tulisan-tulisan saya sebelumnya, saya banyak menekankan bahwa yang disebut sebagai dewa dalam banyak mitologi kuno, sesungguhnya adalah merupakan bentuk personifikasi orang-orang besar, orang suci, atau bahkan para nabi yang hidup di masa kuno. 



Upaya pengidentifikasian atau penafsiran Personifikasi semacam ini, bahkan telah mulai dilakukan sejak masa Yunani kuno. Hal itu dikenal dengan periode sinkretisme – atau “interpretatio graeca” artinya “terjemahan Yunani” atau “interpretasi dengan menggunakan [model] Yunani”.

Yang pada dasarnya merupakan upaya menafsirkan atau mencoba memahami mitologi dan agama dari budaya lain, dengan membandingkannya dengan konsep Yunani kuno dalam hal praktik keagamaan, dewa, dan mitos, untuk melihat kesetaraan dan karakteristik yang sama. [Mark S. Smith: God in Translation: Deities in Cross-Cultural Discourse in the Biblical World, 2008: 39]

Teman-teman, dukung saya dengan subcribe di Channel Youtube ini... itu akan sangat membantu channel Youtube ini untuk terus berkembang. Terima kasih!

Interpretasi semacam ini telah pula saya bahas dalam artikel Sosok Nabi Idris di Berbagai Tradisi Agama dan Mitologi, serta Rahasia yang Meliputinya”.

Dalam artikel tersebut saya mengulas bahwa pada masa kuno, Nabi Idris dikenal sebagai Changjie dalam mitologi Cina, Dewa Varuna dalam mitologi India, Dewa Thoth dalam mitologi Mesir kuno, dan Dewa Hermes dalam mitologi Yunani kuno.

Interpretasi kesamaan tersebut, salah satunya disampaikan oleh Abu’l-Faraj (Abulpharagius) Seorang uskup Syria, filsuf, penyair, sejarawan, dan teolog, yang mengatakan dalam bukunya Ta’rih muhtasar ed-duwal (ed. Salhani, hal. 11) bahwa, Henokh (Idris) adalah identik dengan Hermes Trismegistus, yang oleh sementara orang Arab menyebutnya Idris. (Untuk lebih lengkapnya silahkan membaca artikel ini “Sosok Nabi Idris di Berbagai Tradisi Agama dan Mitologi, serta Rahasia yang Meliputinya”).

Jika Dewa Varuna adalah personifikasi nabi Idris, lalu siapakah yang diinterpretasi sebagai Indra, Kubera, dan Yama?



Dewa Indra Penjaga Arah Timur

Dalam konsep lokapala disebutkan bahwa Graha (benda langit) yang diduduki oleh Dewa Indra adalah Matahari (Surya). 

Sementara itu, dalam banyak literatur Surya disebut sinonim atau terkait dengan Batara Guru, dan bahwa Batara Guru adalah sebutan lain dari Dewa Siwa.

Dalam Himne tertua Veda, seperti himne 1.115 dari Rgveda, disebutkan, Surya sebagai penghormatan khusus untuk “matahari terbit” dengan simbolismenya sebagai penghilang kegelapan, orang yang memberdayakan pengetahuan, kebaikan dan semua kehidupan. (Samuel D. Atkins, A Vedic Hymn to the Sun-God Surya. 1938, hlm. 419). 

Bisa dikatakan bahwa filosofi “bagai matahari pagi yang datang menghilangkan gelap malam” inilah sebenarnya mendasari prinsip konsep spiritual bangsa matahari atau wangsa surya di masa kuno.



Rajeshwari Ghose dalam bukunya Saivism in Indonesia during the Hindu-Javanese period (1966, hlm. 129-131), mengatakan bahwa dalam kitab Jawa kuno, Tantu Panggelaran, Bhattara Guru digambarkan sebagai guru pertama kali dari sekolah yang paling awal (paling tua), ia dikatakan sebagai guru para dewa (divine teachers). Dia direpresentasikan sebagai guru berbicara (speech) dan guru bahasa (language).

Dari uraian ini, dapat diduga jika Indra atau Surya atau Siwa atau pun Batara Guru, adalah personifikasi dari Nabi Adam, Nabi terawal yang dihadirkan Allah di muka bumi. Pembahasan lebih detail mengenai interpretasi ini telah saya bahas dalam tulisan berjudul Interpretasi Kesamaan Adam, Fuxi, dan Batara Guru”.

Mengenai Penempatan Nabi Adam sebagai penjaga arah timur, ada banyak hal yang dapat menjadi pertimbangan. 

Salah satunya adalah bahwa karena ia diturunkan di timur. Kehadirannya yang pertama kali membawa cahaya (pencerahan atau ilmu pengetahuan) di sisi timur inilah yang dimaknai secara metafora oleh wanga Surya dengan ungkapan: “bagai matahari pagi yang datang menghilangkan gelap malam”.