“Piring”, Makna dan Riwayatnya yang Terlupakan

Reading Time: 7 minutes

“Piring” adalah salah satu kata benda yang paling akrab dengan ingatan manusia. Hal itu dikarenakan fungsinya sebagai perkakas kegiatan rutin dan paling vital bagi kelangsungan hidup manusia, yaitu: makan.

Begitu akrabnya “piring” dengan alam pikiran manusia, sehingga dalam situasi tertentu, ia bahkan dapat memicu dampak emosional. Seseorang dapat marah, sedih, kecewa, senang, bahagia, bahkan termotivasi, ketika teringat dengan kata piring.

Benarkah? Mengapa demikian?

Ya, anda mungkin akan menganggap pernyataan ini terlalu berlebihan dan mengada-ada… tapi tentu saja tidak.



Saya yakin, anda akan melihat kebenaran pernyataan itu manakala melakukan pengamatan lebih mendalam.

Misalnya, Dalam alam pikiran seorang bapak, ingatan tentang “piring” dapat memotivasinya bekerja lebih giat, karena hal itu mengingatkannya pada tanggung jawab memberi makan anak istrinya di rumah. Segala macam perasaan akan berkecamuk mengiringinya dalam upaya tersebut – baik ketika gagal, maupun ketika berhasil.

Teman-teman, dukung saya dengan subcribe di Channel Youtube ini... itu akan sangat membantu channel Youtube ini untuk terus berkembang. Terima kasih!

Dari hal ini dapat kita lihat bahwa “piring” adalah perkakas untuk sebuah kegiatan yang paling mempengaruhi arah dan sudut pandang berpikir manusia terhadap kehidupan.  

Di Nusantara, bukti bahwa kata “piring” mempengaruhi alam pikiran kita, dapat ditemukan dalam beberapa bunyi peribahasa yang menggunakan kata piring atau pinggan.



Misalnya: “pinggan tak retak nasi tak dingin” (artinya: cermat dalam melakukan suatu pekerjaan) ; atau “di mana pinggan pecah, di sana tembikar tinggal” (di mana orang meninggal di situ dikuburkan).

Dalam cerita fiksi (budaya populer) terutama di tahun 80-90an, kita pernah akrab dengan sebutan “piring terbang” sebagai wahana makhluk luar angkasa yang datang menginvasi bumi. 

Namun, dalam kehidupan urban hari ini, kita juga mengenal istilah “piring terbang” tapi yang ini tidak merujuk pada wahana makhluk luar angkasa. Istilah ini biasanya menjadi kalimat keluhan atau ejekan tentang situasi pertengkaran suami istri dalam rumah tangga.

Misalnya seorang temanmu berkata: “wahh barusan di rumah ada piring terbang!” – kalau kamu tidak mau ceritanya kepanjangan, abaikan saja temanmu itu, soalnya ada kemungkinan dia mau curhat, habis marahan dengan istrinya.

Atau kalau mau mengejek temanmu yang lagi murung, kamu bisa bertanya: “kayaknya habis lihat piring terbang lagi nih!”

Tapi sejujurnya saya pun bertanya-tanya, kenapa para wanita ini ketika marah pada suamiya senang memilih melemparkan piring? apakah itu wujud pernyataan simbolisasi, mengingatkan tugas dan tanggungjawab seorang suami untuk memberi makan anak istri? ataukah bertujuan menjadikan suara piring pecah sebagai back sound agar marahnya mendapat efek dramatis?

Saya pribadi berpikir, kemungkinan kedua adalah lebih masuk akal. Kenyataannya, jika ingin melemparkan piring sebagai wujud pernyataan simbolisasi tentang tugas dan tanggungjawab seorang suami untuk memberi makan anak istri, kan bisa saja memilih melemparkan piring plastik. Tapi kenyataannya kan umumnya para wanita ini memilih piring berbahan kaca atau kaleng yang menghasilkan suara gaduh.

Asal usul kata piring

Senasib dengan banyak kata lainnya dalam bahasa Indonesia, kata “piring” pun hingga hari ini tidak jelas asal usulnya.



Untuk kata “pinggan”, “pinjan” ataupun “pinjang”, yaitu kata bermakna “piring” dalam beberapa bahasa daerah di Indonesia, saya melihat ada kemungkinan terkait dengan karakter dalam aksara Hanzi: “ping” yang berarti “datar”, dan “yuan” yang berarti “bulat atau lingkaran” – Jadi kata “pinggan” mungkin berasal dari kata “ping-yuan” yang berarti “Lingkaran datar” atau “bulat pipih”.

Dalam bahasa China sendiri pada hari ini, piring disebut “pan” atau “panzi”, kata panci dalam bahasa Indonesia kemungkinan berasal dari kata panzi ini.

Adapun mengenai kata “piring”, saya tidak menemukan kemungkinannya terdeteksi dalam aksara Hanzi seperti halnya kata pinggan – begitu juga kemiripan bentuknya dalam bahasa asing – baik di wilayah Asia Tenggara, Asia, pun hingga Eropa.

Sebagai perbandingan, berikut ini beberapa sebutan piring dalam berbagai bahasa di dunia…

Sebutan piring dalam bahasa negara di Eropa: Albanian ‘pjate’; Basque ‘plaka’; Catalan ‘placa’; Danish ‘plade’; English ‘plate’ / ‘disk’ / ‘dish’; Estonian ‘plaat’; Finnish ‘levy’; French ‘assiette’; Galician ‘chapa’ / ‘o prato’; German ‘Teller’ / ‘Platte’; Greek ‘plaka’; Icelandic ‘Diskur’ / ‘diskinn’; Irish ‘plata’; Italian ‘piatto’; Latvian ‘plate’; Lithuanian’plokste’ / ‘lekste’; Norwegian ‘tallerken’ / ‘platen’; Polish’pyta’; Portuguese ‘Prato’; Romanian ‘farfurie’; Russian ‘plastina’ / ‘tarelka’; Serbian ‘tanjir’; Slovak ‘tanier’; Spanish ‘plato’.

Sebutan piring dalam bahasa negara di Asia: Armenian ‘ap’sey’; Azerbaijani ‘bosqab’; Bengali ‘Plea’; Chinese ‘panzi’; Georgian ‘pirpit’a’ / ‘disk’o’; Gujarati ‘pleta’; Hindi ‘plet’ / ‘thaalee’; Hmong ‘phaj’; Japanese ‘Pureto’; Kannada ‘Ple’; Kazakh ‘tabaqsa’; Khmer ‘chan’; Korean ‘jeobsi’ / ‘peulleiteu’; Lao ‘aephn’; Marathi ‘Plea’; Mongolian ‘khavtan’; Myanmar (Burmese) ‘paannkaan’; Nepali ‘Plea’; Sinhala ‘tahauva’; Tamil ‘tau’; Telugu ‘ple’; Turkish ‘plaka’; Uzbek ‘Plitalar’ / ‘plitasi’.



Sebutan piring dalam bahasa negara di Timur tengah, Afrika dan Asia tenggara: Arabic ‘lawha’ / ‘tabaq’; Afrikaans ‘plaat’; Chichewa ‘mbale’; Hausa ‘farantin’; Igbo ‘efere’; Sesotho ‘poleiti’; Somali ‘saxanka’; Swahili ‘sahani’; Yoruba ‘awo’; Zulu ‘ipuleti’; Cebuano ‘plato’; Filipino ‘plato’; Indonesian ‘piring’; Malagasy ‘lovia’ / ‘vilia’; Malay plat’; Maori’pereti’.

Dari ke semua ucapan kata piring dari berbagai negara di dunia yang disebutkan di atas, tidak satu pun diantaranya yang memiliki kemiripan fonetis dengan kata piring. 

Di sisi lain, di antara ke semua kata tersebut, yang paling banyak memiliki kemiripan adalah bentuk ‘plate’ dengan bentuk variasi bentuk seperti : pjate, plaka, placa, plade, plaat, Platte, plaka, plata… dan masih banyak lagi.