Sebagian kalangan ilmuwan berpendapat bahwa swastika adalah simbol pertama yang dikenal dalam peradaban manusia. Swastika diyakini telah digunakan di berbagai peradaban kuno, melintasi banyak budaya dan benua. Simbol swastika terawal yang ditemukan di Mezine, ukraina, diukir pada patung gading, diklaim berusia 12.000 tahun.
Di India, disebut swastika, di cina disebut “wan“, di jepang disebut “manji“, di Inggris disebut “fylfot“, di Jerman disebut “Hakenkreuz“, di Yunani disebut “tetraskelion” atau “tetragammadion“, sementara di Indonesia, umumnya disebut “banji“.
Dengan mencermati penyebutnya di cina, yakni “wan“, dan bahwa ia merupakan salah satu karakter hanzi, maka dapat diduga bahwa penamaan “manji” di jepang ataupun “banji” di Indonesia, berasal dari bentuk cina (Wan zi).
Suku kata -ji pada man-ji ataupun ban-ji adalah bentuk (pinyin: zi / dzi) yang dalam Mandarin berarti “karakter” atau “huruf”. Sementara itu suku kata ban – man – wan adalah wujud perubahan fonetis – umum terjadi pada kelompok konsonan labial (p, b, w, m).
Sebagai penentu waktu
Beberapa kalangan berpendapat bahwa bentuk + (salib) yang terdapat dalam lingkaran merupakan wujud garis bujur yang menghubungkan kutub utara dan selatan, dan garis lintang yang menghubungkan timur dan barat.
Mengenai hal ini, saya berpendapat bahwa makna garis-garis vertikal dan horisontal tersebut ada keterkaitan dengan konsep kosmologi dualistik, sekaligus terkait pula dengan metode penentuan waktu.
Konsep kosmologi dualistik yang saya maksudkan adalah konsep dunia atas (dunia siang hari) dan dunia bawah (dunia malam hari) yang masing-masing wilayahnya dibagi oleh keberadaan garis horisontal. Sementara itu, garis vertikal dalam lingkaran merupakan pembagian zona waktu posisi matahari di langit (lihat gambar di bawah: a, b dan c).
Logika yang bisa dibangun dalam hipotesa ini adalah bahwa, Ada kemungkinan setelah melihat benda langit (matahari dan bulan) yang berbentuk lingkaran, orang di masa kuno terinspirasi untuk mencari bentuk yang sama di sekitar mereka, dan itu mereka temukan pada bentuk buah jeruk ataupun apel (ataupun benda lainnya yang berbentuk lingkaran ketika dilihat dari satu arah, dan berwujud bola ketika benda tersebut dilihat dari berbagai sisi). Dari menyadari hal ini, timbullah kesimpulan mereka bahwa bumi yang mereka tempat juga berbentuk bola.
Dengan mengetahui bentuk bumi yang mereka tinggali, dengan mudah mereka mengasumsikan bahwa jalur gerak atau perubahan posisi matahari setiap hari (dari mulai terbit hingga tenggelam) tentulah membentuk lingkaran. Yang kemudian pada hari ini dalam ilmu fisika dikenal sebagai “gerak semu harian matahari”. Dari mengetahui hal ini juga timbul pemahaman mereka bahwa ketika matahari sedang menyinari wilayah mereka (siang hari), dalam waktu bersamaan, di bagian bumi yang lain mengalami gelap (malam hari).