Sains Buktikan Kosmologi Nusantara Orisinil

Reading Time: 5 minutes

Di berbagai bangsa di dunia, terdapat konsep kosmologi (makro kosmos dan mikro kosmos) yang pada prinsipnya sama. Perbedaan terlihat hanya pada jumlah. Ada yang unsur atau elemennya berjumlah empat (terdiri dari udara, air, api dan tanah), dan ada yang berjumlah lima (terdiri dari udara, air, api, tanah, dan eter). Kosmologi Nusantara umumnya hanya empat unsur. Di Jawa, Bugis dan Toraja misalnya, hanya terdiri dari: Udara, Air, Tanah dan Api.

Dalam filsafat hindu dikenal Pancha Bhoota atau Pancha Maha-Bhoota, merupakan lima elemen dasar yang menurut Hinduisme adalah dasar dari semua ciptaan kosmik, mewakili lima element dalam tubuh manusia dan juga Alam Semesta. Pancha Maha Bhoota atau lima elemen itu adalah: Prithvi (Bumi), Apas/ Varuna (Air), Agni (Api), Vayu (Udara), Aakash (Eter).

Dalam Bon atau filsafat kuno Tibet, lima proses dasar yaitu: bumi, air, api, udara, dan angkasa menjadi proses utama dari semua atau seluruh fenomena (Skandha). Proses utama ini menjadi sumber dari kalender, astrologi, pengobatan, psikologi, dan dasar dari tradisi spiritual Shaman, Tantra, dan Dzogchen.





Dalam filsafat Tao, terdapat sistem yang mirip dengan 5 elemen, yaitu elemen Bumi, Air, Api, Logam, Kayu. Elemen Logam merupakan padanan dari elemen Udara, dan elemen Kayu merupakan padanan dari elemen Ether. 

Selain itu dikenal juga Qi atau Chi, yang merupakan sebuah bentuk “energi” atau “kekuatan”. Dalam filsafat China, seluruh alam semesta terdiri dari surga dan bumi, di mana surga terbuat dari energi Qi dan bumi terbuat dari energi lima elemen.

Teman-teman, dukung saya dengan subcribe di Channel Youtube ini... itu akan sangat membantu channel Youtube ini untuk terus berkembang. Terima kasih!

Pada konsep kosmologi Yunani kuno dikenal lima elemen dasar, yaitu: udara, air, tanah, api, dan eter, yang disajikan untuk menjelaskan sifat dan kompleksitas semua materi dalam hal substansi yang lebih sederhana. 

Kepercayaan Yunani kuno tentang lima elemen dasar ini, dikatakan berasal dari masa pra-Sokrates dan berlangsung sepanjang Abad Pertengahan hingga Renaissance, sangat mempengaruhi pemikiran dan budaya Eropa. Kelima elemen ini kadang-kadang dikaitkan dengan “the five platonic solids“.

Demikianlah, rincian konsep kosmologi dari beberapa bangsa di dunia. Jika kita cermati, selain empat elemen dasar yang kita kenal dalam kosmologi Nusantara, yaitu: Udara, Air, Tanah, dan Api, di beberapa bangsa lain di dunia mengenal 5 (lima) elemen dasar, dengan menambahkan ruang kosong (kekosongan), void, atau eter sebagai entitas ke-lima.

Tentunya kita menjadi bertanya-tanya mengapa kosmologi Nusantara hanya mengenal 4 elemen dasar sementara bangsa lain, mengenal 5 elemen dasar. Apakah kita yang keliru atau bangsa-bangsa diluar sana yang keliru?

Untuk mencermati hal ini, saya akan membawa pembaca mencermati konsep “ruang” ataupun “eter”, hal yang tidak kita miliki dalam konsep kosmologi kita di Nusantara.

Menyelami lebih jauh polemik tentang “ruang” ini, secara alami menuntut pemikiran saya mendalaminya pada tataran filsafat, yang kemudian membuahkan perspektif bahwa terminologi “Ruang” pada dasarnya merupakan suatu konsep abstrak tentang keberadaan jarak yang membentuk dimensi panjang, lebar atau pun tinggi pada suatu material benda.

Dengan kata lain, ruang adalah suatu entitas yang tidak memiliki keberadaan fisik atau tidak konkret. Dan rupanya pemikiran ini sejalan dengan pendapat Gottfried Leibniz, bahwa tidak ada yang namanya ruang; hanya ada tubuh material, yang secara spasial terkait satu sama lain.

Untuk memahami lebih jauh filsafat tentang “ruang”, saya melihat titik awal ideal bagi penyelaman kita adalah pada dialektika yang hadir pada abad ke-17 di Eropa, dimana pada masa tersebut, tema ini muncul sebagai suatu isu sentral dalam perdebatan epistemologi dan metafisika.