Josep Borrell menulis dalam sebuah opini di Journal Du Dimanche bahwa Taiwan “mengkhawatirkan kami secara ekonomi, komersial, dan teknologi”.
“Itulah mengapa saya meminta angkatan laut Eropa untuk berpatroli di Selat Taiwan untuk menunjukkan komitmen Eropa terhadap kebebasan navigasi di wilayah yang sangat penting ini,” tulisnya.
Dalam kesempatan yang lain, selasa 18 April 2023, dalam pidato pembukaan debat tentang China di Parlemen Eropa, Borrell kembali menyampaikan isu senada: “Taiwan jelas merupakan bagian dari perimeter geostrategis kami untuk menjamin perdamaian.”
Ia juga mengatakan bahwa, “Bukan hanya karena alasan moral tindakan terhadap Taiwan harus ditolak. Itu juga karena, dalam istilah ekonomi, akan sangat serius bagi kami, karena Taiwan memiliki peran strategis dalam produksi semikonduktor tercanggih.”
Selama ini, analisis Geopolitik dunia memang menganggap bahwa TSMC, pabrik semikonduktur tercanggih di dunia yang berada di Taiwan sebagai incaran utama AS dan sekutunya, sehingga mereka ngotot terlibat dalam isu politik antara China dan Taiwan.
Semikonduktor adalah komponen sangat penting dalam produk berteknologi modern seperti komputer, kendaraan listrik, peralatan kesehatan hingga teknologi militer canggih.
Menurut Gedung Putih, AS sekarang hanya memproduksi sekitar 10% dari pasokan semikonduktor dunia, sedangkan Asia Timur menyumbang 75% dari produksi global — termasuk semua chip papan atas. Pada tahun 1990, AS menghasilkan sekitar 37% chip dunia.
Saat ini AS berusaha untuk memperkuat daya saingnya di industri semikonduktor setelah bertahun-tahun kalah dari TSMC Taiwan dan Samsung Korea Selatan. AS juga prihatin dengan meningkatnya ancaman yang ditimbulkan oleh China di pasar.
TSMC ((Taiwan Semiconductor Manufacturing Corporation) dan Samsung adalah pemasok utama chip untuk perusahaan seperti Apple, Qualcomm, AMD dan Nvidia.
Pada tanggal 9 Agustus 2022, Presiden Joe Biden menandatangani undang-undang ‘CHIPS and Science Act’ yang disahkan oleh Kongres Amerika Serikat ke-117. Undang-undang tersebut menyediakan dana baru sekitar $280 miliar untuk meningkatkan penelitian dan pembuatan semikonduktor di Amerika Serikat.
Undang-undang tersebut mencakup subsidi sebesar $39 miliar untuk pembuatan chip di wilayah AS bersama dengan kredit pajak investasi 25% untuk biaya peralatan manufaktur, dan $13 miliar untuk penelitian semikonduktor dan pelatihan tenaga kerja, dengan tujuan utama melawan dominasi Tiongkok.
Perusahaan Intel kemungkinan akan menjadi penerima manfaat terbesar dari Undang-Undang CHIPS, kata analis BofA Securities Vivek Arya. Dia memperkirakan Intel dapat memperoleh subsidi pemerintah AS senilai $10 miliar hingga $15 miliar selama lima tahun ke depan.
Arya menyebut, Undang-Undang CHIPS “secara bertahap positif tetapi bukan peluru perak” untuk industri semikonduktor AS. Butuh bertahun-tahun untuk membangun pabrik semikonduktor baru dan membuatnya beroperasi, katanya.
“Dampak dari undang-undang CHIPS Act tidak mungkin terjadi sebelum 2024 atau 2025 mengingat waktu yang dibutuhkan untuk alokasi dana, pembangunan ruang bersih, dan penyebaran peralatan,” kata Arya.
Umumnya para analis skeptis Intel dapat mengejar TSMC dan Samsung dalam produksi chip terdepan. Sebaliknya, taruhan terbaik bagi AS adalah memberi insentif kepada TSMC dan Samsung untuk mau membangun pabrik di Amerika Serikat. Harapan ini terwujud karena menurut informasi yang beredar, saat ini, TSMC sedang membangun pabrik di Phoenix, Arizona, AS. Dijadwalkan pabrik ini akan mulai berproduksi pada tahun 2024.
Lalu, jika TSMC sudah membangun pabrik semikonduktor di AS, mengapa AS dan sekutunya masih mengincar TSMC yang berbasis di Taiwan?
Dapat diduga bahwa Amerika memang berniat memonopoli dan mengontrol pasar semikonduktor. Misalnya yang baru-baru ini mereka lakukan adalah melarang ekspor semikonduktor ke China.
China adalah produsen terbesar sekaligus konsumen terbesar semikonduktor dan sirkuit terpadu terkait. Pada tahun 2020, impor semikonduktor China mencapai $350 miliar, dua kali lipat dari impor minyaknya. Pada tahun 2021, produksi sirkuit terpadu/semikonduktor melonjak sebesar 33 persen, tetapi impor semikonduktor juga terus melonjak, meningkat sebesar 23,6 persen menjadi $432 miliar pada tahun 2021, mungkin karena pembangunan kembali persediaan yang telah terganggu oleh dampak pandemi pada pasokan rantai
Dilansir dari Bloomberg pada Senin (10/10/2022) Pemerintahan Presiden Joe Biden mengumumkan serangkaian pembatasan untuk menghentikan China mengembangkan kemampuan semikonduktor buatan sendiri.
Langkah-langkah tersebut termasuk pembatasan ekspor beberapa jenis chip AS yang digunakan dalam kecerdasan buatan dan superkomputer, dan juga memperketat aturan penjualan peralatan manufaktur semikonduktor ke perusahaan China mana pun.
Secara terpisah, AS juga menambahkan lebih banyak perusahaan China ke daftar perusahaan yang dianggap tidak terverifikasi. Hal ini berarti pemasok semikonduktor AS akan menghadapi rintangan baru dalam menjual teknologi ke entitas tersebut.
China pun tidak tinggal diam dengan menggugat ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Gugatan China muncul setelah WTO menerbitkan putusan terhadap Washington soal kebijakan tarif impor logam, yang juga disengketakan Negeri Tirai Bambu dan beberapa negara. Amerika Serikat, yang sering mengkritik proses arbitrase WTO, menolak putusan itu.
“China perlu mengambil tindakan hukum melalui WTO untuk mengatasi permasalahan ini dan membela kepentingan kami,” tulis pernyataan resmi dari Kementerian Perdagangan China, dikutip dari Reuters, Selasa (20/12/2022).
WTO telah menerima aduan China tersebut. Dalam prosedur sengketa di WTO, langkah pertama jika ada perselisihan adalah konsultasi.
Namun dalam proses ini, Amerika menolak penunjukan WTO sebagai wasit lantaran menganggap kebijakan pembatasan ini terkait keamanan nasional Negeri Paman Sam.
“Seperti yang telah kami komunikasikan dengan China, tindakan yang ditargetkan ini berkaitan dengan keamanan nasional, dan WTO bukanlah forum yang tepat untuk membahas masalah yang berkaitan dengan keamanan nasional,” kata juru bicara Kementerian Perdagangan AS Adam Hodge.