Göbekli Tepe adalah situs arkeologi Neolitik yang terletak sekitar 15 km sebelah timur kota Şanlıurfa, Turki. Situs ini terhampar di atas gundukan bukit buatan besar yang menempatkannya di ketinggian 770 m di atas permukaan laut.
Hasil uji radiokarbon menunjukan usia situs terentang antara 11.600-10.000 tahun (9600–8000 SM). Fakta ini menjadikan situs Göbekli Tepe sebagai situs neolitik tertua di muka bumi. Mendahului lebih dari 6000 tahun peradaban yang selama ini dianggap tertua di bumi, seperti situs Mesopotamia yang diperkirakan muncul di sekitar 5000 SM.
Arkeolog dan ekskavator yang bekerja di situs Göbekli Tepe yakin dengan penanggalan mereka karena orang-orang yang membangun Göbekli Tepe tampaknya sengaja mengubur situs dan bangunan tersebut dengan tumpukan tanah dan sedimen. Inilah mengapa situs ini terpelihara dengan sangat baik.
penguburannya yang disengaja juga memungkinkan penanggalan radiokarbon yang akurat karena kurangnya kontaminasi karbon dari periode waktu selanjutnya. Atas hal ini, arkeolog Jerman Klaus Schmidt, yang mengepalai eskavasi dari 1995 hingga kematiannya di 2014, menyebut situs Göbekli Tepe sebagai “kapsul waktu”.
Setelah kematian Klaus Schmidt pekerjaan eskavasi dilanjutkan sebagai proyek bersama Universitas Istanbul , Museum Şanlıurfa , dan Institut Arkeologi Jerman , di bawah arahan sejarawan Turki Necmi Karul.
Pada tahun 2018, Göbekli Tepe ditetapkan sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO. Mendapat pengakuan sebagai situs yang memiliki nilai universal yang luar biasa, sebagai “salah satu manifestasi pertama dari arsitektur monumental buatan manusia”. Hingga saat ini, baru sekitar 5% situs ini tergali.
Penggalian Situs Göbekli telah menunjukkan setidaknya tiga lapisan periode waktu aktivitas Lapisan I merupakan lapisan paling atas dan paling muda. Di akhir masa penggunaannya, sekitar 8.000 SM, situs tersebut sengaja dikubur oleh penduduknya di bawah 300 hingga 500 meter kubik tanah dan sedimen.
Lapisan II menandai periode waktu ketika penutup melingkar selesai dan berada pada puncak penggunaannya. Kamar dan bangunan persegi panjang ditambahkan selama periode ini. Lapisan ini berasal antara 8.800 SM dan 8.000 SM.
Lapisan III mewakili fase paling awal atau paling tua dari aktivitas manusia di Göbekli Tepe dan menandai waktu ketika bangunan melingkar dan megalit berbentuk T pertama kali mulai muncul, bersama dengan lantai tertua yang terbuat dari teraso dan batuan dasar. Periode ini bertanggal 9.600 SM.


Interpretasi Para Ahli
Para arkeolog yang menggali situs percaya bahwa Göbekli Tepe dibangun oleh para pemburu-pengumpul. Arsitektur monumentalnya yang mengesankan, yang menampilkan pilar-pilar besar berbentuk T dianggap sebagai bangunan megalitik yang paling awal dibuat manusia, yang dibangun khusus untuk kebutuhan ritual.
K. Schmidt yang melakukan kerja lapangan pertama di lokasi tersebut dari tahun 1995 hingga kematiannya pada tahun 2014, berhipotesis bahwa Göbekli Tepe adalah “kuil pertama di dunia” yang dibangun oleh komunitas pengembara pemburu-pengumpul.
K. Schmidt menggambarkan Göbekli Tepe sebagai pusat ritual penting bagi komunitas Neolitik Pra-Tembikar (Pre-Pottery Neolithic; PPN). Dalam studi Arkeologi, istilah Neolitik Pra-Tembikar dibagi menjadi Neolitik Pra-Tembikar A ( PPNA 10000 – 8800 SM) dan Neolitik Pra-Tembikar B berikutnya ( PPNB 8800 – 6500 SM). Fase PPNA dan PPNB tersaji di situs Göbekli Tepe.
Sejak penggalian dimulai pada tahun 1995, situs di tenggara Turki ini telah mengubah cara berpikir para arkeolog tentang asal-usul peradaban. Penanggalannya yang sangat awal yakni 11.600 BP, telah menjungkirbalikkan gagasan bahwa pertanian menyebabkan peradaban.
Para ahli telah lama berpikir bahwa ketika para pemburu-pengumpul menetap dan mulai bercocok tanam, kelebihan makanan yang dihasilkan memungkinkan orang untuk mengatur masyarakat yang kompleks. Göbekli Tepe mempertanyakan kebijaksanaan konvensional itu. Klaus Schmidt sendiri berpendapat bahwa itu mungkin terjadi sebaliknya: Banyaknya tenaga kerja yang dibutuhkan untuk membangun kandang mendorong orang untuk mengembangkan pertanian sebagai cara untuk menyediakan makanan bagi para pekerja.
Dari begitu banyak objek arkeologis yang telah ditemukan di situs-situs yang tersebar di lanskap urfa, dari manik-manik, serpihan tembikar, pisau obsidian, serpihan tulang, patung batu, relief, dll, bisa dikatakan, pilar berbentuk T dan relief simbol H (pada pilar T) adalah yang paling misterius. Sampai hari ini para ahli masih belum mengetahui apa makna dari objek tersebut.
Pilar besar berbentuk T yang terlihat selalu diletakkan di tengah bangunan lingkaran pada situs Göbekli Tepe, juga ditemukan di sebagian besar situs PPN lainnya yang tidak begitu jauh letaknya dari Göbekli Tepe. seperti pada situs Kilisik, Nevalı Çori, Hamzan Tepe, Karahan Tepe, Harbetsuvan Tepesi, Sefer Tepe, Taslı Tepe, dan mungkin masih banyak lagi yang terpendam di situs-situs lain yang belum sempat tergali.


Interpretasi Dari Saya
Kuat dugaan saya jika situs Göbekli Tepe adalah sebuah “monumen waktu” yang dibuat Adam untuk menandai waktu kehadirannya di dunia ini.
Apa alasan saya sehingga mengaitkan situs Göbekli Tepe dengan Adam?
Untuk menjawab pertanyaan ini, saya ingin kembali sedikit mengulang pembahasan mengenai angka 168 (angka 168 sebelumnya telah saya bahas dalam artikel: Rahasia Angka 168 dan Akhir Zaman)
168 adalah jumlah jam dalam seminggu (7×24 = 168), dan juga, jumlah titik pada lembar permainan domino.
Orang Cina menganggap 168 angka keberuntungan, karena kira-kira homofon dengan frasa “yi lu fa“, yang berarti “keberuntungan sepanjang jalan” atau lebih jauh bisa dimaknai sebagai “keberuntungan sepanjang waktu hidup”.
Secara intuitif, sama melhat bahwa ada kemungkinan jika angka 168 sesungguhnya adalah jumlah menit waktu di akhirat, yang berbanding sama dengan 11,598 atau 11.670 tahun waktu di bumi.
Pemahaman ini saya dapat, setelah mencermati surat Al Ma’aarij ayat 4 yang berbunyi: “Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya lima puluh ribu tahun.”
Kata “sehari” dalam kalimat tersebut dapat diasumsikan sama dengan 12 jam (karena untuk 24 jam, dalam hemat saya tentulah mesti disebutkan sebagai sehari semalam).
Dari perbandingan waktu, 50 ribu tahun di dunia sama dengan 12 jam di akhirat, kita lebih jauh dapat merinci bahwa: 1 jam di akhirat = 4.166 tahun di dunia (50,000 tahun : 12 jam = 4.166) – yang berarti 1 menit di akhirat = 69.4 tahun di dunia (4.166 tahun : 60 menit = 69.4) – yang berarti 1 detik di akhirat = 1,15 tahun di dunia (69.4 tahun : 60 detik = 1.15), atau sama dengan 420 hari.
Sementara itu, dalam buku The History of al-Tabari Vol. 1, pada bagian yang membahas waktu ketika Adam diturunkan ke bumi, al-Tabari mengulas beberapa pendapat yang merujuk pada hadist nabi, diantaranya:
Menurut Muhammad b. Ma’mar -Abu ‘Amir – Zuhayr b. Muhammad – ‘Abdallh b. Muhammad b. ‘Aqil – ‘Amr b. Shurahbil b. Sa’id b. Sa’d b. ‘Ubadah – ayahnya – kakeknya – Sa’d b. ‘Ubadah: Seorang pria datang kepada Nabi dan berkata: Wahai Rasulullah, beritahu kami apa yang baik terjadi pada hari Jumat. Nabi menjawab: atasnya, Adam diciptakan, diturunkan, dan diambil oleh Tuhan. Selain itu, ada satu jam pada hari Jumat di mana Tuhan mengabulkan semua permintaan manusia, kecuali itu menjadi sesuatu yang buruk atau pemutusan hubungan keluarga. atasnya juga, saat ketika setiap malaikat mendekat ke Tuhan, setiap langit dan bumi, semua gunung, setiap angin semuanya terkagum-kagum pada hari Jumat. (The History of al-Tabari Vol. 1, hlm. 282-283)
Menurut Abu Kurayb-Ishaq b. Manr – Ab kudaynah – Mughirah – Ziyad – Ibrahim – ‘Alqamah – al-Qartha – ‘Salman, Rasulullah berkata: Apakah Anda tahu tentang Jumat? Ini adalah hari di mana Anda (bentuk singular) – atau Anda (bentuk plural) – [dan] ayah Adam diletakkan bersama [di bumi]. (The History of al-Tabari Vol. 1, hlm. 285)
Abu Ja’far (al-Tabari) mengatakan: saya mendapat informasi dari ‘Abdn b. Muhammad al-Marwazi – ‘Ammr b. al-Hasan – ‘Abdallh b. Abi Ja’far – ayahnya – al-Rabi ‘b. Anas – Abu al-‘Aliyah, bahwa: Adam diusir dari Firdaus pada jam kesembilan atau kesepuluh…
Terkait hal ini, Al Tabari mengomentari: Jika mencermati pernyataan ini, berarti, Tuhan membuat Adam dan istrinya tinggalkan Firdaus setelah dua jam [mungkin maksudnya tiga jam] telah berlalu pada siang hari (pada hari Jumat) yang juga merupakan hari-hari penghuni dunia ini… – dengan demikian, dapat dikatakan bahwa seluruh waktu yang berlangsung di dunia saat ini masih dalam waktu hari jumat menurut waktu akhirat.
Jika kita mencermati kalimat “Adam diusir dari Firdaus pada jam kesembilan atau kesepuluh”, kita dapat menduga bahwa karena hitungan jam di mulai dari jam 6 pagi (awal hari/ terbit fajar), maka berarti, jam ke sembilan atau kesepuluh yang dimaksudkan adalah jam 3 atau jam 4 sore, yang berarti telah memasuki waktu Ashar. Kesimpulannya: Adam di usir keluar dari surga pada waktu Ashar, hari Jum’at, waktu akhirat.
Dari pemahaman di atas, saya melihat bahwa tampaknya dari hal inilah makna yang terkandung dalam surat Al ‘Ashr. Bahwa kalimat “wal-‘asr” yang oleh para mufassir umumnya ditafsirkan sebagai “demi masa”, kemungkinan maknanya mesti ditafsirkan secara eksplisit menjadi: “Demi waktu ashar (sore) di mana kalian (manusia) jalani saat ini”. Kehadiran kata “demi” di awal kalimat bertujuan memberi penekanan terhadap pesan utama yang ingin disampaikan, bahwa: Sungguh, manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran.
Pertanyaan kemudian adalah: Di waktu Ashar pada jam berapakah Adam diusir dari Surga untuk kemudian menjalani kehidupan di dunia?
Untuk menjawab pertanyaan ini, kita dapat menggunakan hitungan perbandingan waktu dunia dan waktu akhirat yang telah kita dapat sebelumnya bahwa; 1 detik di akhirat = 420 hari di dunia. Hitungan perbandingan ini kita terapkan pada 3 jam durasi waktu Ashar (yang terhitung dari jam 3 sore hingga jam 6 sore). Jadi, 3 jam (waktu akhirat) x 420 hari waktu dunia = 12.427 tahun waktu dunia.
Jika saja dalam riwayat, Adam dikatakan dihadirkan ke bumi tepat setelah 9 jam berlalu di hari itu (tepat memasuki waktu Ashar), maka bisa dikatakan, selama 12.427 tahun inilah usia Adam dan anak cucunya di dunia. Sayangnya, hal ini belum dapat menjadi kesimpulan.
Kalimat dalam riwayat bahwa, “Adam diusir dari Firdaus pada jam kesembilan atau kesepuluh” mengindikasikan, Adam dan Hawa diturunkan setelah memasuki waktu Ashar (antara jam kesembilan dan kesepuluh = antara jam tiga dan jam empat sore). Jadi, untuk itu, hitungan di atas mestilah mendapat pengurangan. Yang menarik, Al Quran, tampaknya memberi kita jalan untuk dapat memecahkan misteri ini.
Dalam surat Al-A’raf ayat ke 24: Allah berfirman: “Turunlah kamu sekalian, sebahagian kamu menjadi musuh bagi sebahagian yang lain. Dan kamu mempunyai tempat kediaman dan kesenangan di muka bumi sampai waktu yang telah ditentukan”.
Bunyi ayat ini adalah perintah Allah kepada Adam dan Hawa untuk turun ke bumi. Jadi bisa dikatakan, ayat inilah yang mengabarkan awal Adam memulai hidup di bumi.
Fakta yang layak mendapat perhatian di sini adalah bahwa, surat Al-A’raf merupakan surat ke 7 dalam Al Quran, dan ayat yang mengisahkan awal Adam di bumi ini berada pada ayat ke 24.
Dari hal ini, kita dapat menangkap pesan isyarat bahwa: Angka 7 mengacu pada jumlah hari dalam seminggu, sementara angka 24 mengacu pada jumlah jam dalam sehari semalam.
Jadi, dapat diperkirakan bahwa ayat 24 dari surat Al-A’raf secara khusus menyiratkan “hitungan waktu”.
Jika kita mengalikan kedua angka (ayat 24, surat ke 7), kita mendapatkan angka 168 (24×7), yang merupakan jumlah jam dalam seminggu.
Setelah mendapat angka 168, penelusuran lebih jauh dapat kita lanjutkan dengan mencermati bunyi ayat 168 (masih pada surat Al-A’raf). Dalam ayat ini Allah mengabarkan bagaimana Ia mengatur kehidupan anak cucu Adam di bumi. Berikut ini ayatnya: Dan Kami bagi-bagi mereka di dunia ini menjadi beberapa golongan; di antaranya ada orang-orang yang saleh dan di antaranya ada yang tidak demikian. Dan Kami coba mereka dengan yang baik-baik dan yang buruk-buruk, agar mereka kembali (kepada kebenaran). (Qs 7:168)
Demikianlah, dari tinjauan di atas tergambar bahwa surat Al-A’raf mengandung “makna tertentu” yaitu bahwa, ayat ke 24 kemungkinan mengisyaratkan saat Adam diturunkan ke bumi, sementara ayat ke 168 kemungkinan mengisyaratkan durasi waktu anak cucu Adam di dunia.
Yang menarik, jika jika kita mengasumsikan 168 sebagai jumlah menit (waktu akhirat) lalu kita kalikan dengan angka 420 (yakni jumlah perbandingan hari di bumi dengan 1 detik di akhirat) maka, kita akan memperoleh hasil: 11.598 tahun (untuk perhitungan 365 hari dalam setahun); 11.760 tahun (untuk perhitungan 360 hari dalam setahun).
Berikut rincian hitungannya: 168 menit x 60 (jumlah detik dalam 1 menit) = 10.080 detik x 420 hari = 4.233.600 hari.
Jika kita menggunakan perhitungan 1 tahun = 365 hari, maka jumlah tahun untuk 4.233.600 hari adalah: 11.598 tahun.
Sementara, jika kita menggunakan perhitungan 1 tahun = 360 hari, maka jumlah tahun untuk 4.233.600 hari adalah: 11.760.
Dapat kita lihat bahwa angka 11.598 yang kita dapatkan dalam hitungan ini hampir persis sama dengan hasil uji carbon yang ditunjukkan situs Göbekli Tepe yaitu 11.600 tahun, Hanya selisih 2 tahun saja.
Demikianlah, jika kita mengasumsikan angka 168 adalah jumlah menit waktu akhirat, yang terhitung sejak Adam diturunkan ke bumi yakni pada waktu Ashar, hingga memasuki waktu Maghrib (tepat jam 18.00) – yang diyakini sebagai saat tibanya hari kiamat – maka, dari hal ini, kita dapat perkiraan bahwa kemungkinan Adam dan Hawa diturunkan sekitar jam 15:12 (waktu Ashar di akhirat).
Ini sebenarnya adalah hitungan pasti. 168 menit adalah durasi waktu yang terentang dari jam 15;12 ke jam 18:00.
Bahkan bisa dikatakan, 168 adalah angka yang telah disadari oleh orang-orang di masa kuno sebagai angka yang istimewa. Angka ini mendasari kesadaran spiritualistik mereka agar senantiasa berhati-hati dalam menjalani waktu.
Begitu dalam dan pentingnya hal ini untuk selalu diingat, bahwa kehidupan di dunia hanya sementara dan pasti akan berakhir, dan bahwa itu hanya berdurasi 168 menit, mendorong orang-orang di masa kuno merekamnya dalam permainan yang mereka senangi yaitu permainan domino. Aturan main dan dinamika yang berlangsung dalam permainan domino pun pada dasarnya ada kemiripan dengan dinamika dalam kehidupan kita. Ya, dalam kehidupan kita kadang mengalami stagnasi. mati langkah. Persis sama dengan kondisi “palang” dalam permainan domino… hehehe
