Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti kata negeri adalah tanah tempat tinggal suatu bangsa. Sebenarnya, ada makna yang lebih awal yang dikenal orang-orang di masa kuno untuk kata ‘negeri’.
Tapi sebelum kita memasuki pembahasan mengenai asal usul kata ‘negeri’, ada baiknya saya terlebih dahulu mengenalkan kepada para pembaca tinjauan komparasi sebutan ‘negeri’ dari bahasa Arab, yaitu: Balad, yang kebetulan ada disebutkan dalam Al Quran, bahkan menjadi nama surat yaitu, Al Balad.
Penjelasan mengenai etimologi kata ‘balad’ pun sebenarnya, sejauh ini sudah tidak diketahui secara pasti dari mana berasal. Tapi bukan berarti kita telah kehilangan puzzle-puzzle penting yang dapat membantu mengarahkan kita dalam merekonstruksi asal-usulnya.
Saya melihat bahwa asal-usul dari kata ‘balad’ dalam bahasa Arab mengacu pada pemahaman orang-orang di masa kuno yang mengistilahkan atau menganalogikan suatu tempat atau negeri sebagai sebuah ‘piring’ dan atau pun ‘perahu’.
Kata ‘Sempe’ Berarti “Piring” dan “Negeri” Dalam Bahasa Bugis
Misalnya, beberapa kalangan di Sulawesi selatan percaya bahwa salah satu nama kuno pulau Sulawesi adalah “Sempe” yang bisa berarti “piring” (dalam bahas Bugis kuno) tapi dapat pula bermakna “perahu” (Hal ini dapat kita lihat pada sebutan “pa sompe” yang berarti “pelaut” dalam bahasa Bugis.)
Kata ‘Plate/ Plateau’ dan ‘Balad’ dapat Berarti “Piring” dan “Negeri” atau “Geografis Suatu Negeri”
Yang menarik, sebutan ‘sempe’ yang dapat bermakna ‘piring’ dan juga dapat bermakna ‘negeri’ (dalam hal ini pulau Sulawesi), dapat pula kita temukan polanya dalam bahasa Inggris. Sebutan ‘piring’ dalam bahasa Inggris adalah “Plate”. Dan, kata ‘plate’ ini sangat identik dengan kata ‘plateau’ yang berarti “dataran” (merujuk pada geografi suatu wilayah).
Jadi, dapat kita lihat bahwa kata ‘sempe’ dalam bahasa Bugis dan kata ‘plate’ dalam bahasa Inggris (Indo-Eropa), sama-sama dapat merujuk pada makna “piring” dan dapat juga merujuk pada suatu entitas geografi.
Lebih lanjut, dengan menggunakan metode perubahan fonetis, kita dapat melihat bahwa kata ‘plate’ dalam bahasa Inggris, menunjukkan potensi perubahan fonetis ke bentuk kata ‘balad’ yang bermakna ‘negeri’ dalam bahasa arab.
Dan tampaknya, pada sekitar abad pertengahan di Eropa orang-orang juga telah menggunakan kata ‘balad’ untuk menyebut negeri. Hal ini dapat kita lihat pada keberadaan kata ‘Balade’ atau ‘balada’ yang merupakan sebutan jenis musik tradisional yang populer di Eropa pada sekitar abad pertengahan hingga abad ke-19, terutama di wilayah Irlandia, Skotlandia, Inggris, Prancis, hingga wilayah Skandinavia dan Jerman.
Pada masa itu, lagu balada merupakan lagu naratif yang bercerita tentang keindahan sebuah negeri, syair kepahlawanan, dan biasanya digunakan sebagai pengiring kegiatan dansa.
Istilah ‘Balad’ yang berarti ‘negeri’ inilah yang nampaknya menjadi dasar penyebutan lagu balada pada masa sekarang disebut jenis lagu country. Penyebutan baru ini jelas dimulai di Amerika.
Sebutan lagu balada yang awalnya dibawa para imigran dari Eropa ke benua Amerika pada sekitar abad ke-17 hingga abad ke-19, oleh generasi mereka selanjutnya yang lahir di abad modern, kemudian mengganti istilah tersebut dengan sebutan lagu country – yang pada dasarnya maknanya sama saja antara ‘balad’ dan ‘country’, yaitu: negeri.
Kata ‘Disk’ dan ‘Desh’ Berarti “Piring” dan “Negeri”
Kasus yang persis sama, kita temukan juga pada sebutan ‘dish’ atau ‘disk’ yang berarti ‘piringan’ atau ‘cakram’ (dalam bahasa Icelandic ‘Diskur’ atau ‘diskinn’ berarti ‘piring’) – yang mana identik dengan bentuk kata ‘desh’ dalam bahasa Hindi yang berarti ‘negara’, ataupun ‘deza’ dalam bahasa Sanskerta yang berarti: negeri, wilayah, daerah. Sebutan ‘deza’ dalam Sanskerta ini yang kemudian diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi kata ‘desa’.
***
Dari seluruh uraian di atas, dapat kita simpulkan bahwa ada 3 kelompok kasus morfologi (perubahan kata disertai pergeseran atau pun perkembangan makna), dari kata yang awalnya bermakna ‘piring’ kemudian berkembang memiliki juga makna “negeri”.
Yaitu: pertama, kata ‘sempe’ dalam bahasa bugis yang dapat bermakan piring dan dapat pula bermakna “negeri”. Dalam kasus ini tidak terjadi perubahan fonetis. Yang terjadi hanya perkembangan makna.
Kedua, morfologi kata ‘plate / plateau’ dengan kata ‘balad’. dalam kasus ini terjadi perubahan fonetis serta diikuti perkembangan makna. morfologi ini melibatkan bahasa Arab dan bahasa Indo-Eropa.
Ketiga, morfologi kata ‘dish’ atau ‘disk’ dengan kata ‘desh’ dalam bahasa Hindi dan kata ‘deza’ dalam bahasa Sanskerta. Dalam kasus ini terjadi perubahan fonetis diikuti perkembangan makna. Morfologi ini melibatkan bahasa Icelandic (dan Indo-Eropa secara umum) dengan bahasa Hindi dan Sanskerta.
Kasus Difusi Gagasan
Apa yang kita lihat dari ketiga kasus morfologi bahasa di atas adalah wujud terjadinya difusi gagasan yang berkembang dalam komunitas manusia di masa kuno secara lintas benua.
Dapat diduga bahwa proses difusi gagasan yang terjadi dalam kasus morfologi bahasa di atas, sangat mungkin dilakukan penyebarannya oleh bangsa Maritim sebagai pihak yang mengkoneksikan transportasi laut antar Benua di masa kuno, yang berarti, lebih jauh dapat kita pahami sebagai para aktor yang mengkoneksikan budaya dan peradaban berbagai bangsa di dunia kuno.
Lebih jauh saya juga menduga bahwa, bentuk paling awal gagasan tersebut berasal dari pulau Sulawesi, yakni dari kata ‘sempe’. Konsep ini yang dibawa dan disebarkan para pelaut dari Sulawesi ke berbagai wilayah manca-negara yang mereka datangi.
Makna Kata ‘Negeri’ dan Kaitannya Dengan Nabi Ibrahim
Bisa dikatakan bahwa kata ‘Negeri’ atau ‘Negara’ saat ini lebih umum hanya digunakan di wilayah Asia Tenggara atau wilayah Nusantara saja.
Dalam bahasa India memang ada kata ‘nagar’ yang berarti “kota”, tapi makna ini lebih sempit jika dibandingkan dengan makna ‘negeri’ dalam bahasa Indonesia yaitu merujuk pada makna “tanah tempat tinggal suatu bangsa”.
Lalu, bagaimana kita dapat menggali etimologi kata ‘negeri’ ini?
Kuat dugaan saya bahwa kata ‘negeri’ terkait dengan kata ‘negev’ yang ada disebut dalam Alkitab (Kejadian 12:9), yang berarti “Selatan” atau “daerah selatan” atau “negeri selatan.”
Daerah Negev yang disebut dalam Alkitab Kejadian 12 adalah daerah yang dituju Nabi Ibrahim ketika diperintahkan hijrah oleh Allah (baca: Kejadian 12).
Dalam artikel berjudul Fakta Jejak Kuno di Balik Nama “Sunda” saya telah mengulas bahwa makna sesungguhnya dari kata ‘Sunda’ adalah “selatan,” dan bahwa pada masa kuno wilayah Nusantara terutama pulau Jawa disebut “Sunda” karena memang letaknya berada sisi paling Selatan bumi.
Dalam artikel tersebut juga telah saya urai bahwa pemukim paling awal di Yaman (wilayah Arab Selatan) adalah orang-orang dari Nusantara yang bermigrasi ke sana. Mereka menyebut wilayah mereka ‘Yaman’ yang berarti selatan, dan, juga berarti bangsa atau pengikut dewa Yama (Dalam Lokapala Dewa Yama adalah Dewa pelindung arah Selatan).
Jadi, kuat dugaan saya bahwa, orang-orang dari Nusantara yang bermigrasi ke Barat senantiasa menggunakan identitas mereka sebagai “Orang Dari Selatan” dan menggunakan hal itu untuk menyebut daerah baru di mana mereka membuat koloni atau pemukiman.
Ketika mereka membuka pemukiman di wilayah semenjang Arab Selatan, mereka menamai daerah tersebut ‘Yaman” yang artinya “Selatan.”
Dan juga ketika mereka menduduki wilayah yang dibatasi oleh Semenanjung Sinai (barat) dan Lembah Yordan (timur), mereka menamainya ‘Negev’ yang juga berarti “selatan”.
Saya melihat, fakta ini adalah hal yang selama ini tidak mendapat perhatian khusus dari para Sejarawan, bahwa mengapa kedua wilayah strategis di timur tengah ini (Negev dan Yaman) memiliki makna yang sama yaitu “selatan”.

Bersambung….
