Sejarah Pengetahuan Spiritual: Gnosis Hingga Tasawwuf

Reading Time: 3 minutes

Gnosis adalah kata dalam bahasa Yunani yang berarti “pengetahuan” atau “kesadaran.” Salah satu bentuk derivasinya adalah kata sifat ‘gnostikos‘ yang menurunkan kata ‘Cognitive’ (kognitif).

Kata sifat ‘gnostikos‘ ini cukup umum dalam bahasa Yunani Klasik dan, tampaknya tidak menunjukkan makna mistik, esoteris, tetapi sebaliknya menyatakan makna kecerdasan dan atau kemampuan yang lebih tinggi.

Hal ini misalnya dapat disimak dalam Plato The Statesman 258e:

Orang Asing: Dengan cara ini, kemudian, terbagi semua ilmu pengetahuan menjadi dua seni, sebutan pertama praktis ( praktikos ), dan yang lainnya murni intelektual ( gnostikos ). 

Socrates Muda: Mari kita asumsikan semua sains adalah satu dan ini adalah dua bentuknya.

Lebih jauh kita dapat pula melihat bahwa sepertinya ‘gnosis’ yang menyandang makna ilmiah, ada keterkaitan erat dengan ‘gana‘ dalam bahasa Sanskerta, seperti: gaNanA गणना – perhitungan; gaNanAtha गणनाथ – menghitung; gaNanIya गणनीय – dapat dihitung. Bahkan dalam bahasa Tae’ (bahasa daerah di Sulawesi Selatan) terdapat kata Ganna’ yang menunjukkan makna: “hitungan yang telah pas/ sesuai/ tercukupi/ lengkap/ sempurna,” yang dalam bahasa Indonesia kita temukan sinonimnya pada kata “genap”.



Dalam perjalanan waktu, kata Gnosis kemudian kita temukan penggunaannya dalam bentuk terminologi ‘Gnostisisme‘ yaitu istilah yang umum digunakan dalam studi agama  dan filsafat Helenistik untuk menyatakan pengetahuan spiritual atau wawasan tentang sifat asli manusia yang bersifat ilahiah – yang mengarahkan tujuannya pada upaya pembebasan percikan ilahi dalam diri manusia dari keberadaan batasan duniawi.

Makna pada terminologi Gnostisisme tersebut muncul dari pemahaman interpretasi bahwa, makna “pengetahuan” pada kata Gnosis mengacu pada pengetahuan berdasarkan pengalaman atau persepsi pribadi, oleh karenanya dalam konteks agama, gnosis dilihat sebagai pengalaman mistis atau pengetahuan esoteris berdasarkan adanya partisipasi atau hubungan dengan Tuhan secara langsung. 

Teman-teman, dukung saya dengan subcribe di Channel Youtube ini... itu akan sangat membantu channel Youtube ini untuk terus berkembang. Terima kasih!

Jadi, tampak bahwa makna harfiah Gnosis, “pengetahuan,” mendapat dorongan menjadi lebih ke arah makna “pengetahuan batiniah.”

Dalam perkembangan selanjutnya, Gnostik (penganut Gnostisisme) dianggap sebagai: mereka yang berorientasi pada pengetahuan dan pemahaman – atau persepsi dan pembelajaran – sebagai modalitas tertentu untuk “hidup.” Ini tentu saja dapat kita lihat senada dengan pemahaman kegiatan “bertarekat untuk mengenal hakikat” dalam tradisi tasawwuf.

Istilah “Gnostisisme” tidak muncul dalam sumber-sumber kuno. Beberapa kalangan berpendapat bahwa istilah ini pertama kali diciptakan pada abad ke-17 oleh Henry More dalam sebuah komentarnya tentang tujuh surat dari Kitab Wahyu, di mana More menggunakan istilah “Gnostisisme” untuk menggambarkan bid’ah di Thyatira (sebuah kota Yunani kuno di Asia kecil).

Namun demikian, Gnostisisme dianggap berakar pada kumpulan ide-ide keagamaan dan sistem yang berkembang di antara sekte Yahudi dan Kristen awal pada sekitar abad ke-1 akhir.

Beberapa sarjana lebih suka menyebut “gnosis” ketika mengacu pada gagasan abad pertama (yang nantinya kemudian berkembang menjadi Gnostisisme), dan menggunakan istilah “Gnostisisme” untuk sintesis gagasan-gagasan tersebut menjadi gerakan yang koheren pada abad kedua.