Identifikasi Jati Diri Semar sebagai Analogi Sem bin Nuh

1 Shares
Reading Time: 13 minutes

Metode penulisan secara anagram seperti yang kita temukan pada penyebutan nama Menoreh dalam naskah suci Avestan (teks-teks agama Zoroastrianisme), merupakan gaya yang lumrah dilakukan oleh orang-orang suci di zaman dahulu ketika menyusun kisah-kisah yang disakralkan. Ini salah satu cara yang mereka lakukan untuk menyamarkan hal-hal yang mereka anggap perlu dirahasiakan sehingga tidak mudah dipahami orang awam.

Mungkin setelah hal ini saya jelaskan, sebagian pembaca akan ada yang menganggap “ini metode yang mudah kok dipecahkan!” tapi percayalah, rahasia di balik nama-nama yang disamarkan dalam naskah-naskah yang disusun oleh orang-orang suci di masa kuno, tidaklah serta merta dapat terpecahkan hanya dengan mengetahui bahwa hal itu mesti ditinjau dengan metode anagram.

Kenyataannya, telah sangat banyak ahli filolog dunia yang fokus meneliti naskah-naskah kuno menggunakan pembacaan secara anagram untuk mengidentifikasi nama-nama tertentu, tetapi, pada akhirnya mereka buntu, tidak dapat memahami apa makna di balik deretan nama-nama yang muncul dari metode pembacaan secara anagram.



Sesungguhnya, di sinilah titik krusial metode anagram. Karena, hanya orang-orang tertentu saja yang mendapatkan petunjuk (direction) secara intuitif dari Semesta – untuk dapat memahami apa makna di balik nama-nama yang muncul dari metode pembacaan secara anagram. “Orang-orang tertentu” itu diberi petunjuk dan pemahaman sesuai kadar peran yang ia jalankan dalam skenario hidupnya. Dalam artian, ada yang yang diberi petunjuk (ilham) dalam jumlah yang sedikit, banyak, dan atau sangat banyak.

Baik, saya lanjutkan kembali pembahasan mengenai pertemuan Yima yang tertunda….

Jadi, dalam pertemuan itu, Yima hadir dengan sekelompok orang “yang terbaik dari manusia”.  Pertemuan itu memutuskan bahwa populasi bumi harus dikurangi. Ini harus dicapai oleh musim dingin yang parah, yang sangat keras, diikuti oleh banjir ketika salju mencair. 

Teman-teman, dukung saya dengan subcribe di Channel Youtube ini... itu akan sangat membantu channel Youtube ini untuk terus berkembang. Terima kasih!



Agar makhluk hidup tidak binasa seluruhnya, Ahura Mazda menjelaskan kepada Yima bagaimana membuat “Vara” yaitu semacam benteng, untuk menjaga sampel semua makhluk hidup selama musim dingin berlangsung. 

Ahura Mazda menjelaskan arsitektur bangunan dan menjelaskan cara menggunakan tanah liat. Dia juga menjelaskan tentang dua jenis cahaya dalam vara yang terbentuk dari diri mereka sendiri (dimaknai sebagai lampu abadi).

Dalam beberapa literatur dijelaskan bahwa “vara” itu berbentuk gua multi-level, panjang dua mil (3 km), dan lebar juga dua mil (3 km). 

Ke dalam vara Ini Yima kemudian membawa pasangan semua makhluk hidup. Tidak termasuk mereka yang cacat tubuh, dan, setiap empat puluh musim dingin, dua anak akan terlahir dari pasangan manusia. Setelah selesai, Yima lalu menyegel Vara dengan cincin emas.

Dalam masa pemerintahannya, Yima memerintah seluruh makhluk di muka bumi, tidak terkecuali bangsa daeva (istilah bahasa Avestan untuk jenis entitas supernatural tertentu dengan karakteristik yang tidak menyenangkan – daemon atau setan dalam terminologi masa sekarang), yang adalah hamba dari Ahriman yang jahat.

Dalam banyak literatur, umumnya para sarjana menyatakan bahwa Yima bertanggung jawab atas banyak sekali penemuan yang membuat hidup lebih aman bagi rakyatnya: pembuatan baju besi dan senjata, tenun dan pewarnaan pakaian dari linen, sutra dan wol, pembangunan rumah dari batu bata, penambangan perhiasan dan logam berharga, pembuatan parfum dan anggur, seni kedokteran, hingga navigasi perairan dunia dengan kapal layar. 

Yima atau Jamshid dikatakan juga membagi orang-orang menjadi empat kelompok:

  • Katouzians : Para imam yang melakukan pemujaan Hormozd (Ahura Mazda)
  • Neysana: Para pejuang yang melindungi rakyat dengan kekuatan mereka
  • Nasoudians: Para petani yang menanam gandum yang memberi makan orang-orang
  • Hotokhoshians: Para perajin, yang memproduksi barang-barang untuk kemudahan dan kesenangan rakyat

Sebagai raja terbesar di dunia yang pernah dikenal, Yima diberkahi keberuntungan Ilahi yang dalam Avestan disebut “khvarena, khwarenah atau xwarra(h).”

Khvarena secara harfiah adalah konsep yang merujuk pada “kemuliaan” atau “kemegahan” tapi dipahami juga sebagai kekuatan mistis Ilahi. Kata ini berkonotasi “kemuliaan kerajaan (ilahi),” yang mencerminkan pemberdayaan aspek ilahiah yang didapatkan para raja. Istilah ini juga membawa arti sekunder “keberuntungan” (baik) “; mereka yang memilikinya dapat senantiasa menyelesaikan misi.



Yima disebutkan memiliki Keberuntungan ilahi pada tingkat tertinggi di antara mereka yang terlahir, seperti Zarathustra dan seperti Mitra.

Dikisahkan, bahwa pada suatu hari Yima duduk di atas singgasana bertabur permata, dan para daeva yang melayaninya mengangkat tahtanya ke udara hingga ia terbang di langit. Rakyatnya, dan semua bangsa di dunia, kagum dan memujinya.

Jamshid juga dikatakan memiliki cangkir tujuh cincin ajaib “Jam-e Jam” yang diisi dengan ramuan keabadian dan memungkinkannya dapat mengamati alam semesta. 

Dalam riwayat Persia [tr. Christensen, 1918-34, II, hlm. 60-67], terdapat kisah tentang Jamsid ketika dipanggil ke hadapan Allah sendiri dan diberi kekuasaan sebagai raja atas dunia dengan tanda kebesaran: cincin segel, takhta, dan mahkota. Ketika kembali ke bumi, ia turun di gunung Alborz, dan orang-orang yang melihat ke arah itu, diriwayatkan bagai melihat dua matahari, salah satunya adalah Jamsid.

Sejak hari itu, sebagai manusia abadi, Jamsid memproklamirkan dirinya sebagai raja alam semesta tepat pada hari tahun Baru. Mitos ini kemudian dilestarikan dalam tradisi yang mengaitkan Jamshid dengan festival Hari Tahun Baru (Nowruz).

Keterkaitan Jamshid (Yama) dengan festival tahun baru dalam tradisi Persia, sama persis dengan keterkaitan Semar dengan tradisi bulan suro yang merupakan tahun baru dalam tradisi Jawa.

Dosa Yima dan hilangnya keberuntungan Ilahi-nya

Dalam mitologinya, kesombongan Jamshid atau Yima dikisahkan tumbuh seiring waktu, ketika ia mulai lupa bahwa semua yang dimilikinya adalah berkat dari Tuhan. Dia membual kepada orang-orangnya bahwa semua hal baik yang mereka miliki berasal dari dirinya, dan menuntut agar dia harus diberi kehormatan ilahi, seolah-olah dia adalah Pencipta.



Menurut Avesta, keberuntungan ilahi meninggalkannya karena dosa tertentu, dan, menurut sumber-sumber kemudian, ia harus melepaskan tahtanya dan pergi ke pengasingan. Karena tidak lagi abadi, dia dapat dibunuh. Dalam riwayatnya, ia mati dengan cara dibelah. 

Dalam Yasht 19.30-34, digambarkan “keberuntungan ilahi”-nya (hvarena atau khwarenah) meninggalkan Yima dalam bentuk “burung Varahna” ketika dia mengucapkan “kata bohong atau menipu”. 

Menurut Rivayat Pahlavi (Dadestan i denig 38.19-21), dosa Jam adalah menolak tawaran Ahura Mazda terkait “daena” (status kenabian). Kebohongan lainnya adalah bahwa ia telah memproklamirkan dirinya sebagai pencipta dunia. Karena dosa ini, ia dikurung di Neraka. 

Ketika Zarathustra bertanya tentang pendosa terburuk, Ohrmazd (Ahura Masda) memanggil jiwa Yima dan menunjukkan kepadanya. 

Namun, Yima telah melakukan beberapa hal baik, sehingga ketika jiwa Yima bertobat dan bersedia menerima “daena” ia diampuni dan diizinkan untuk pergi ke hamestagan (tempat mereka yang perbuatan baik dan jahatnya memiliki bobot yang sama), di mana ia menjadi penguasa [Christensen, 1918-34 , II, hlm. 76].

Dikisahkan bahwa sejak saat ketika “keberuntungan Ilahi” pergi meninggalkan Yima, orang-orang mulai menggerutu dan memberontak terhadapnya. Meskipun Yima telah bertobat di dalam hatinya, kemuliaannya tidak pernah kembali kepadanya. Raja Zahhak , yang di bawah pengaruh Ahriman, berperang melawan Jamshid (Yima), dan ia disambut oleh banyak pengikut Jamshid yang tidak puas. 

Jamshid melarikan diri dari ibukotanya, tetapi pada akhirnya dia terjebak oleh Zahhak dan dibunuh secara brutal. Sejak saat itu, umat manusia turun dari peradaban yang tinggi kembali kepada zaman kegelapan.

Tradisi Persia Sah-nama memberi rincian lebih lanjut bahwa, setelah seratus tahun bersembunyi, Jamsid muncul suatu hari di Cin di sebuah pantai. Di sini Zahhak menemukannya dan memotongnya.

Menurut Fars-nama dan sebuah puisi tentang Jamsid, ia terbunuh di Cina, di hutan, tempat ia bersembunyi di dalam pohon. Ketika persembunyian Jamsid diketahui, Setan kemudian memberi tahu Bivarasp (Zahhak), yang kemudian datang dan mulai menggergaji pohon tempat Jamsid bersembunyi. 

Ketika tubuh Jamsid telah terpotong, matahari menghilang (malam), tetapi ketika mereka kembali keesokan harinya, tubuh Jamsid kembali utuh. Ini terjadi sekali lagi sebelum mereka dapat membunuhnya. Dari sini, kisahnya berlanjut pada bagian di mana Jamsid dikirim ke Neraka, tetapi kemudian jiwanya bertobat, dan dikirim ke hamestagan, di mana ia tinggal selama seribu tahun sebelum diterima di Garodman (Pavlavi= Surga).



1 Shares

2 Comments on “Identifikasi Jati Diri Semar sebagai Analogi Sem bin Nuh”

Comments are closed.