Jejak Monoteisme di Masa Kuno Dalam Kata ‘Semesta’

Reading Time: 4 minutes

Menurut Wilhelm von Humboldt : “…karakter dan struktur suatu bahasa mengekspresikan kehidupan batin dan pengetahuan dari para penuturnya (…) Suara-suara tidak menjadi kata-kata sampai sebuah makna dimasukkan ke dalamnya, dan makna ini mewujudkan pemikiran suatu komunitas.” 

Humboldt juga mengatakan:  “Bahasa adalah organ pembentuk pikiran… Oleh karena itu, pikiran dan bahasa adalah satu dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain.” ( Humboldt: “On Language”: On the Diversity of Human Language Construction and its Influence on the Mental Development of the Human Species. Edited by: Michael Losonsky, Translate by: Peter Heath (Cambridge University Press, 1999) 

Dari dua pernyataan Humboldt di atas, kita dapat memiliki gambaran bahwa, dalam bahasa yang kita warisi hari ini terekam alam pikiran orang-orang sebelum kita dari semenjak ribuan tahun yang lalu.





Dengan demikian, kegiatan penggalian asal usul suatu kata, pada dasarnya merupakan upaya untuk dapat menemu-kenali seperti apa alam pemikiran leluhur kita di masa kuno tentang kehidupan dunia yang mereka tinggali.

Masalahnya, bahasa yang kita gunakan pada hari ini sebagai warisan dari masa lalu, kenyataannya, dalam perjalanan ribuan tahun terus mengalami morfologi, yakni perubahan bentuk secara fonetis maupun pergeseran makna.

Teman-teman, dukung saya dengan subcribe di Channel Youtube ini... itu akan sangat membantu channel Youtube ini untuk terus berkembang. Terima kasih!

Terkait masalah morfologi yang terjadi dalam bahasa, semestinya, kita pun harus menimbang pula fakta bahwa sesungguhnya, kita mewarisi banyak “ketidakjelasan”.

Memang tak dapat dipungkiri, meskipun ada banyak “ketidakjelasan” dalam bahasa yang kita warisi, tetapi sejauh ini dengannya, kita tetap dapat merintis dan menjalani abad demi abad yang tercerahkan.

Tapi bagaimana jika seandainya bagian-bagian yang tidak jelas dalam bahasa yang kita warisi itu dapat kita ketahui makna sebenarnya dari semenjak awal? kemungkinan, kita memiliki kehidupan dunia yang jauh lebih tercerahkan. Bukan saja secara duniawi tetapi juga secara spiritual.

Dalam kesempatan ini, terkait pembahasan saya mengenai adanya ketidakjelasan dalam bahasa, saya ingin mengulas mengenai etimologi kata ‘semesta’ yang ternyata memiliki makna yang jauh lebih dalam dari yang kita ketahui selama ini.

Etimologi Kata ‘Semesta’

Dalam bahasa Indonesia, kita mengenal kata ‘Semesta’ yang dalam kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dijelaskan bermakna: seluruh; segenap; semuanya, dan kesemestaan= keuniversalan .

Sebagaimana kosakata dalam bahasa Indonesia lainnya, kata ‘semesta’ dapat pula kita telusuri keberadaannya dalam bahasa Sanskrit dengan bentuk “samasta”, yang artinya: semua; seluruh; segala. 

Bentuk kata 'samasta' dalam bahasa Sanskerta (dokpri) 
Bentuk kata ‘samasta’ dalam bahasa Sanskerta (dokpri)

Jadi, makna kata ‘semesta’ yang kita gunakan dalam bahasa Indonesia sejalan dengan makna kata ‘samasta’ dalam bahasa Sanskerta.

Sebenarnya, makna kata ‘semesta’ yang kita kenal hari ini adalah merupakan suatu bentuk pergeseran makna. Untuk mengetahui makna awal dari kata ‘semesta’ kita harus mencari kata dasarnya terlebih dahulu.