Asal Usul Nama ‘Mihrab’ dan ‘Cella’, Tempat Paling Sakral di Dalam Kuil [full version]

1 Shares
Reading Time: 8 minutes

Mengapa kata ‘naos’ memiliki makna ganda, dapat berarti “kapal” dapat pula berarti “pulau”? hal ini ada keterkaitan dengan pemahaman orang di masa kuno bahwa, terkadang mereka melihat kapal sebagai sebuah pulau (tanah atau negeri) yang terbawa angin di lautan. Hal ini dapat kita cermati dalam ungkapan melegenda “land below the wind” (tanah dibawa/terbawa angin).

Dalam kesempatan ini saya ingin pula memberi revisi pemaknaan ungkapan “land below the wind”, yaitu ungkapan yang akrab diberikan pada pelaut dari Nusantara di wilayah perairan laut Eritrea pada masa kuno. Bahwa makna kalimat tersebut bukan “tanah di bawah angin” tetapi “tanah dibawa angin” atau “tanah terbawa angin”. Dalam kasus ini, penggunaan bentuk ‘di’ yang keliru pada ‘di bawah’ dan ‘dibawa’ menghasilkan perbedaan makna yang besar.

Jadi, orang-orang di wilayah Eritrea pada saat itu, melihat kapal yang dilayari pelaut-pelaut dari Nusantara bagaikan melihat tanah atau negeri yang terbawa angin. 

Kesan ini timbul karena menyaksikan segala hal yang umumnya dibutuhkan orang-orang yang bermukim di daratan, terbawa serta di atas kapal-kapal pelaut dari nusantara. Mereka tidak saja membawa bahan makanan tapi juga hewan ternak seperti ayam.

Kehidupan orang laut yang demikian tentu merupakan hal yang “masif bin epic” sehingga menimbulkan kesan mendalam bagi orang-orang yang umum hidup di daratan. Dari kesan inilah kemudian muncul ungkapan “land below the wind” (negeri terbawa angin).



Di sisi lain, tinjauan perubahan fonetis antara kata ‘pulau’ dan ‘perahu’ (di mana antara fonetis r dan l kita ketahui seringkali bertukar satu sama lain) juga pada dasarnya menunjukkan keterkaitan; pulau = purau = perahu.

Adapun mengenai sebutan “Cella” dan “shrine” saya melihat ada kemungkinan merujuk pada nama sebuah pulau yang dikenal pada masa lampau.



Dalam tulisan berjudul  “Lombok Merah (Cella Passe), Nama Kuno Pulau Sulawesi”  telah saya bahas hipotesis mengenai nama “lombok merah” sebagai sebutan kuno bagi pulau Sulawesi. Nama ini terekam pada pupuh 14 kakawin Nagara Kretagama, berikut ini kutipannya:

Pulau Gurun, yang juga biasa disebut Lombok Merah. Dengan daerah makmur Sasak diperintah seluruhnya. Bantalayan di wilayah Bantayan beserta Kota Luwuk, Sampai Udamaktraya dan pulau lain-lainnya tunduk.

Bantayan dalam kalimat tersebut merujuk pada kabupaten Bantaeng, sementara Luwuk merujuk pada wilayah tana Luwu yang kini terdiri dari empat daerah tingkat II (Luwu, Palopo, Luwu Utara, dan Luwu Timur). 



Teman-teman, dukung saya dengan subcribe di Channel Youtube ini... itu akan sangat membantu channel Youtube ini untuk terus berkembang. Terima kasih!

1 Shares

3 Comments on “Asal Usul Nama ‘Mihrab’ dan ‘Cella’, Tempat Paling Sakral di Dalam Kuil [full version]”

  1. Ini sangat mirip dengan suku sasak lombok mirah
    Mirah dlm sasak juga di artikan mas mulia atau merah delima.
    Dlm arsitektur rumah2 suku sasak, ada ruangan khusus di dalam rumah bagian paling dlm yg di sebuat bale dalem bale, atau ruangan di dalam ruangan,
    Ruangan ini hanya ibu yg boleh masuk,

    Apakah ini kebetulan.

Comments are closed.