Hawa: Aku adalah semua yang telah dan akan terjadi (Sang Pemohon Umur Panjang dan Konsekuensi yang Ia Dapatkan)

Reading Time: 6 minutes

Jauh di ribuan tahun yang lalu, ketika doa dari bumi yang memanjat ke langit belum seramai hari ini, dari sebuah puncak gunung yang hening dan dingin, di suatu sisi bumi yang terpencil, sebuah doa membelah langit malam – meluncur deras ke langit tertinggi. Diiringi tangisan sedu sedan, untaian kalimat doa beserta ikrar itu tercetus ke angkasa. Makhluk-makhluk di alam yang mendengar… dibuatnya tertegun, tak terkecuali para malaikat penjaga langit. Malam itu, awal bencana terbesar dalam sejarah umat manusia dimulai. Itu adalah bencana terbesar kedua,setelah yang pertama yaitu saat diusirnya nenek moyang manusia keluar dari surga. Uniknya, penyebab terjadinya bencana masihlah orang yang sama: Hawa.

***

Ribuan tahun kemudian, di zaman ketika ilmu navigasi pelayaran merupakan teknologi mutakhir, dan keterampilan mengarungi samudera adalah suatu keahlian yang sangat dihargai, Hawa “sang pemohon umur panjang” yang telah memasuki usia ribuan tahunnya, mulai menikmati keagungan dirinya yang ditinggikan dalam peradaban manusia. 

Hawa perkenankan dirinya dimitologisasi dalam berbagai bentuk metafora. Kadang disebut dewi kesuburan, dewi berburu, tapi yang paling populer adalah sebagai dewi fajar dan terutama ibu bumi. 

Kuil-kuil pemujaan dirinya tersebar di berbagi kota-kota besar, dari wilayah ujung timur ke hingga ke wilayah ujung barat bumi. Dari wilayah yang beriklim panas hingga ke wilayah yang beriklim dingin dan bersalju. 

Dari negara yang telah mengembangkan struktur Akropolis hingga ke komunitas suku yang bertradisi hidup nomaden, mengembara di alam bebas.

Kota-kota kerajaan yang telah maju, saling berlomba-lomba menggelar festival perayaan tahunan yang dibuat khusus untuk dirinya. Yang terutama bertujuan untuk menarik berkah dan dukungannya. Minimal, mereka  dapat menyenangkan hatinya sehingga tidak dimusuhi.

Ikrar yang Hawa cetuskan saat memohon umur panjang yaitu senantiasa mengantarkan cahaya untuk menghilangkan kegelapan yang menindas umat manusia, mulai ia abaikan. Bahkan dalam banyak kasus ia malah menjadi pemicu terjadinya perselisihan dan peperangan antar negara.

Bertindak sebagai “invisible hand” yang mengontrol para raja adalah hal yang mudah ia lakukan. Bahkan, di setiap masa yang ia lalui, ia banyak menjadikan raja-raja besar sebagai suaminya. Yang menolak akan mendapat hukuman, dan biasanya terbunuh.

Hal ini misalnya diriwayatkan dalam komposisi sastra Sumeria, Enmerkar and the lord of Aratta, yang diperkirakan berasal dari sekitar tahun 2700 SM, menceritakan bagaimana Enmerkar (raja Uruk), yang ingin membangun sebuah kuil untuk Dewi Inanna (sebutan sang pemohon umur panjang dalam budaya bangsa itu), menggunakan berbagai strategi untuk mendapatkan lapis lazuli, perak, dan emas dari Negara Aratta, yang kebetulan juga memuja Dewi Inanna. 

Untuk mencapai tujuannya enmerkar berusaha menggertak raja Aratta dengan mengklaim bahwa sang dewi lebih menyukai Uruk. (Jane McIntosh. Ancient Mesopotamia: New Perspectives. 2005 : hlm. 133) 

Meskipun ia terkesan ‘super power’, tetap saja ada pihak-pihak yang ia tidak ingin terlibat masalah dengannya. Yaitu, kelompok orang suci, serta para nabi dan rasul. Yang menarik adalah karena kedua belah pihak ini memang sepertinya tidak ingin berkonfrontasi secara langsung. 

Hal ini tersirat ketika riwayat sang pemohon umur panjang dituliskan dalam naskah suci, tetap saja profil dirinya dijelaskan secara metafora.

Dalam naskah Rig Veda misalnya,  pada hymne 7.77 disebutkan: “dia juga mengajukan petisi untuk diberikan umur panjang, karena dia (ingin) konsisten mengingatkan orang-orang akan waktu (hidup) yang terbatas di bumi (dunia)”.

pada hymne 1.48, disebutkan: “Dia yang memelihara/ merawat/ menjaga semua hal, layaknya seorang janda yang baik”.

ia juga dikatakan “memancarkan cahaya yang diikuti oleh matahari (surya), yang mendesaknya untuk maju (3,61). Dia dipuji karena mengarahkan, atau diminta untuk mengusir kegelapan yang menindas (7.78; 6.64; 10.172).

Bahkan dalam nyanyian nyanyian seratus nama dari Mundamala-tantra, dia disebut “Dia yang Menyukai Darah”“Dia yang Diolesi Darah” dan “Dia yang Menikmati Pengorbanan Darah”

Hal yang mungkin kemudian telah mendasari cerita mitos di zaman-zaman selanjutnya bahwa kehidupan abadi erat kaitannya dengan ritual minum darah, mandi darah, dan lain sebagainya.

Kutipan Rig Veda hymne 7.77 tentang
Kutipan Rig Veda hymne 7.77 tentang “sang pemohon umur panjang” dalam buku David Kinsley (1988) “Hindu Goddesses…” Hlm. 7–8. (Dokpri) 

Nyanyian Sumeria, “Inanna dan Utu”, berisi mitos etiologis yang menggambarkan bagaimana Inanna menjadi dewi seks. 

Di awal nyanyian itu, Inanna tidak tahu apa-apa tentang seks, jadi dia memohon saudara laki-lakinya Utu untuk membawanya ke Kur (Dunia Bawah Sumeria), agar dia dapat mencicipi buah dari pohon yang tumbuh di sana, yang akan mengungkapkan kepadanya semua rahasia seks. 

Utu mematuhi dan, di Kur, Inanna mencicipi buah dan menjadi berpengetahuan. Nyanyian rohani ini oleh para ahli sejarah dianggap sangat jelas menggunakan motif yang sama dengan yang ditemukan dalam mitos Enki dan Ninhursag dan dalam kisah Alkitab tentang Adam dan Hawa.