Bermigrasi ke Barat dengan membawa nama daerah asal
Yang tak kalah menarik, nama semenanjung Peloponnese di Yunani, identik dengan nama Palopo (salah satu daerah tingkat II di bekas wilayah kedatuan Luwu, Sulawesi Selatan).

Historiografi Yunani mencatat jika nama semenanjung Peloponnese berasal dari kata Pelopo-nessos yang artinya “pulau Pelops”. Namun akan lebih tepat jika sekiranya diartikan “pulau pelopo”. Nama Pelops berasal dari nama raja Pelops yang berasal dari Anatolia (Turki hari ini).
Sementara itu, di wilayah Anatolia, pada masa kuno, terdapat bangsa Luwian yang tentu saja menunjukkan kemiripan fonetis dengan kata “Luwu”.

Hari ini, istilah “Luwian” sering digunakan untuk merujuk pada bangsa yang bermukim di ujung timur Mediterania selama abad ke 10 hingga abad ke-9 Sebelum Masehi. Namun, naskah hieroglif Luwian di barat dan selatan Asia Kecil juga menunjukkan dibuat pada awal 2000 SM, Oleh karena itu, istilah Luwian juga diterapkan pada masyarakat adat yang tinggal di Anatolia barat dan selatan – selain Hattians – sebelum kedatangan orang Het dan selama pemerintahan Het.
Bangsa Luwian juga seringkali dikaitkan dengan “sea peoples” atau orang laut yang secara ganas menginvasi wilayah mesir kuno dan wilayah lain dari Mediterania Timur yang mengakibatkan peradaban Zaman Perunggu Akhir runtuh untuk selamanya (1200-900 SM). Tulisan di dinding kuil kamar mayat Ramses III di Thebes kuno (Mesir) berbicara tentang sebuah invasi dari yang disebut sebagai Bangsa Laut.

“The Sea Peoples” hingga saat ini tetap tidak teridentifikasi di mata sarjana modern, dan sumber hipotesis tentang asal usul mereka banyak bersifat spekulasi.
Memasuki era iron age, di sekitar abad 7 SM, bekas wilayah Luwian kemudian dikenal sebagai Lydia. kemudian menjadi wilayah turki untuk masa sekarang ini.
Bahasa Lydian adalah bahasa Indo-Eropa di keluarga bahasa Anatolia, terkait juga dengan Luwian dan juga bahasa “orang laut”. Bahasa Lydian akhirnya punah pada abad 1 SM. Namun dari penerjemahan sebuah prasasti Lydian, berhasil diterjemahkan kata “Bira” yang berarti: rumah.
Dari semua informasi bangsa Luwian yang dikatakan terkait erat dengan “orang laut” (sea people), dan dengan mencermati bentuk penyebutan namanya, kuat dugaan saya bahwa bentuk dasar dari nama Luwian adalah “Luw” atau “Luwu”.
Pertimbangan ini merujuk pada kelaziman orang-orang Eropa ketika menyebut “orang dengan negeri asalnya” dengan memberi akhiran –an dibelakang nama bangsa orang tersebut. Misalnya orang India akan disebut “Indian” atau orang Indonesia disebut “Indonesian”. Jadi Luwian bisa jadi berarti “orang Luw” atau “orang Luwu” atau “bangsa Luwu”.
Sementara itu, kosa kata “Bira” dalam bahasa Luwian yang berarti “rumah”, mengarahkan dugaan saya pada pertimbangan bahwa ada kemungkinan kata tersebut keterkaitan dengan suatu daerah bernama Bira di ujung selatan pulau Sulawesi, yang merupakan pusat pembuatan perahu Phinisi.
Pemikiran ini didasari fakta adanya keterkaitan yang erat antara Bangsa Luwian dengan Bangsa Laut “The Sea People“, bahwa bisa jadi asal usul bangsa Luwian di Asia Kecil pada masa kuno berasal dari para Penjelajah Laut dari pulau Sulawesi yang kemudian menjadikan nama kampung halamannya sebagai sebutan untuk “rumah” di pemukiman baru mereka.
Bentuk yang identik dengan hal ini – dimana sebutan negeri juga memiliki makna “rumah”, dapat kita lihat pada kata “Banua” yang dalam bahasa tradisional di pulau Sulawesi bisa berarti “rumah” juga bisa berarti “kampung” ataupun “negeri”.
Demikianlah, “luwian” tidak saja identik dengan “Luwu” secara fonetis, tetapi juga identik pula pada sisi tradisi kebaharian yang sama-sama kental mereka miliki.
