Identifikasi Letak Negeri Kaum Nabi Nuh

Reading Time: 5 minutes

Dalam tulisan Asal Usul Kata “Bahtera” Menyimpan Gambaran Kapal Nabi Nuh yang Sesungguhnya telah saya ungkap bahwa kata ‘bahtera’ berasal dari penggabungan dua kata: baha dan tera.

Melalui tinjauan perubahan fonetis, dapat diidentifikasi jika kata ‘baha’ terkait dengan kata ‘waka‘ yang dalam bahasa Bugis kuno berarti “kapal”. Kasus perubahan fonetis antara b dan w umum, misalnya dapat kita lihat pada: Banua, panua, dan wanua.

Ada pun kata ‘waka’ sebagai makna ‘perahu’ dalam bahasa Bugis kuno, dapat kita temukan dalam kamus bahasa Bugis – Belanda yang disusun oleh B. F. Matthes (1874) “Boegineesche – Hollandsch woordenboek …“.

Sementara itu, kata ‘tera‘ dapat diduga terkait kata dalam bahasa Latin, yaitu terra yang berarti bumi, atau terrain yang berarti tanah.



Sehingga dari etimologi ini, bahtera dapat berarti: perahu bumi atau perahu tanah. 

Teman-teman, dukung saya dengan subcribe di Channel Youtube ini... itu akan sangat membantu channel Youtube ini untuk terus berkembang. Terima kasih!

Bentuk etimologi kata ‘bahtera’ ini dikuatkan dengan adanya keidentikannya pada frase ‘wakka-tanette‘ atau ‘wakka-tana‘ yang ditemukan Matthes dalam kitab kuno I La Galigo, yang menurutnya “bermakna kapal yang sangat besar, dan mengingatkan [padanannya] pada seluruh punggung gunung (tanette) dan ke suatu negeri (tana).” 

Interpretasi Matthes ini dapat dipaham, karena memang secara harfiah wakka-tanette  berarti “perahu – punggung gunung”; wakka-tana berarti “perahu – negeri”.

Capture buku
Capture buku ” Boegineesche – Hollandsch woordenboek: met Hollandsch – Boeginesche …, Volume 1 “. Hlm. 622.   (dokpri)

Demikianlah, kata bahtera yang pada awalnya digunakan secara khusus untuk menyebut bahtera Nabi Nuh, bentuk etimologinya akhirnya dapat kita pahami melalui bahasa Bugis kuno, dan ditemukan padanan katanya dalam kitab I La Galigo yang merupakan karya sastra Bugis kuno.

Yang menarik, sebutan untuk banjir bah di zaman Nabi Nuh dalam bahasa Yunani kuno adalah : λοέω  (loéō) atau λόω  (lóō) yang berarti: Mencuci atau mandi., memiliki bunyi penyebutan yang sangat dekat dengan bentuk nama kedatuan Luwu yang merupakan kerajaan tertua di pulau Sulawesi. Bukan itu saja, jika dalam bahasa Yunani kuno banjir Nabi Nuh disebut ‘loeo’ maka dalam bahasa Middle English atau pun Old French disebut: ‘deluge’, yang artinya membanjiri, banjir besar dan/ atau air bah. 

Uniknya, kata ‘deluge’ ini memiliki kesamaan bunyi penyebutan dengan kata ‘teluk’ yang mana merupakan makna untuk kata ‘look’ (bunyi penyebutan luwu’ atau luwuk) dalam bahasa Philipina.

Jadi, jika nama ‘Luwu’ ditemukan maknanya sebagai “teluk” pada kata ‘look’ dalam bahasa Philipina, maka, makna nama ‘bugis’ pun dapat ditemukan dalam bahasa Uzbek “bo’g’iz” (yang terdengar sebagai “Bugis”) yang juga berarti “teluk”.

dokpri

Keidentikan ‘Deluge’ dengan ‘teluk’, dan ‘loeo’ dengan ‘luwu’ membuat saya berpikir jika kata ‘deluge’ dan ‘loeo’ yang dalam Al Kitab berbahasa Yunani kuno digunakan khusus untuk pembahasan banjir bah di zaman Nabi Nuh, pada dasarnya menyiratkan bahwa peristiwa tersebut terjadi di Sulawesi. Atau dengan kata lain, kaum yang diisyaratkan “dicuci” atau “dimurnikan” oleh banjir bah tersebut adalah kaum yang bermukim di pulau Sulawesi.