Di akhir pembahasan bagian pertama (Menelusuri Jejak Bahasa Adam di Austronesia [part 1]), telah saya ungkap pendapat jika bangsa Suryani yang dimaksud Nabi Muhammad dalam suatu hadist sebagai asal dari empat Nabi terawal (Adam, Set, Nuh, dan Henokh) adalah yang kita kenal dalam banyak literatur sebagai wangsa Surya atau bangsa Matahari.
Secara spesifik dapat saya katakan bahwa tanah air dan asal leluhur bangsa suryani (sebelum mereka menyebar ke berbagai penjuru, terutama memasuki Asia selatan hingga mencapai timur tengah dan mediterania) adalah wilayah yang hari ini kita kenal sebagai Indonesia.
Pertimbangan-pertimbangan yang mendasari pernyataan tersebut telah saya bahas dalam tulisan-tulisan saya sebelumnya seperti:
- Nusantara sebagai “Negeri Saba” Menurut Beberapa Catatan Kuno
- “Negeri Pagi”, Identitas Nusantara di Masa Kuno
- Pembagian Zona Waktu di Masa Kuno
- Kaitan Negeri Saba dan Wangsa Surya
- “Jejak Kuno” Unsur Nusantara di Kawasan Laut Merah dan Afrika Utara
- Rahasia Kuno yang Terpendam di Gunung Latimojong
Jadi, jika merujuk pada hasil analisa filologi (pembacaan naskah kuno), penggunaan metode komparasi linguistik, analisa morfologi bahasa, hingga pemaknaan toponim, maka kesimpulan bahwa Indonesia sebagai tanah air bangsa Suryani adalah hal yang sudah semestinya dikemukakan.
Karena itu, Bahasa Suryani yang disebut sebagai bahasa Nabi Adam – yang merupakan bahasa pemberian Tuhan kepada manusia – sesungguhnya adalah bahasa yang berasal dari suatu wilayah di Indonesia.
Lalu, bahasa dari daerah manakah di Indonesia? sementara, Badan Pengembangan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan Kebudayaan menyatakan, berdasarkan data terakhir, Indonesia memiliki 652 bahasa daerah.
Untuk mencapai jawaban dari pertanyaan di atas, terlebih dahulu saya ingin mengajak pembaca untuk mencermati catatan para ahli bahasa dan penjelajah eropa yang telah melakukan penelitian di wilayah asia tenggara hingga Polinesia setidaknya sejak abad ke 17.
Perhatian ilmuwan dunia tentang adanya kesamaan bahasa antara beberapa wilayah di asia tenggara terutama Melayu hingga Polynesia telah di mulai setidaknya sejak akhir abad ke 17 – awal abad ke 18. Hal yang kemudian dikenal luas di kalangan peneliti linguistik dunia hari ini dengan istilah rumpun bahasa Austronesia.
Adriaan Reland (juga dikenal sebagai Adriaen Reeland / Reelant , Hadrianus Relandus) hidup sekitar antara tahun 1676-1718, dikenal sebagai sarjana Orientalis Belanda, kartografer dan filolog. Dalam bukunya De Linguist Insularum Orientalium ia mengemukakan pendapat bahwa bahasa-bahasa di Austronesia termasuk dalam satu rumpun bahasa. Hal itu berdasarkan daftar kata yang dikumpulkan pada awal 1616 oleh rekan-rekan Reland, penjelajah Jacob Le Maire dan Willem Schouten. (Asya Pereltsvaig. 2012: 143)
One Comment on “Menelusuri Jejak Bahasa Adam di Austronesia [part 2]”
Comments are closed.