Lauh Mahfuzh dan Internet, Dua Jaringan Global yang Diakses Manusia

Reading Time: 5 minutes

Sistem kerja yang berlaku pada jaringan internet, bisa dikatakan identik dengan yang berlaku pada server alam semesta “Lauh Mahfuzh”.

Lauh Mahfuzh (Akashic Records), telah diketahui sejak masa kuno sebagai medium penyimpanan segala sesuatu yang terjadi di alam semesta. 

Meskipun telah diketahui sejak masa kuno, namun, hanya sedikit saja “orang khusus” yang mampu mengakses secara signifikan data yang tersimpan di server alam semesta ini. 

Ini tidak berarti manusia awam tidak mampu mengakses. Pada kenyataannya, sebelum umat manusia mengenal dan terhubung secara global melalui jaringan internet, umat manusia telah terlebih dahulu terhubung satu sama lain melalui jaringan Lauh Mahfuzh. 



Walaupun tentu saja, dari sejak masa kuno, hanya sangat sedikit saja orang yang memiliki pemahaman tentang adanya Lauh Mahfuzh sebagai jaringan yang menghubungkan seluruh manusia di muka bumi.

Oleh “orang-orang khusus” tersebut, pemahaman tentang Lauh Mahfuzh menjadi hal yang sangat dirahasiakan, dan digunakan untuk kalangan yang sangat terbatas.

Teman-teman, dukung saya dengan subcribe di Channel Youtube ini... itu akan sangat membantu channel Youtube ini untuk terus berkembang. Terima kasih!

Lauh Mahfuzh sebagai suatu jaringan global, akhirnya mengemuka dan menjadi pembahasan umum di kalangan ilmuwan manakala Pierre Teilhard de Chardin (Seorang filsuf idealis Prancis, merupakan profesor geologi di Institut Catholique di Paris, dan dikenal sebagai Pastor Jesuit, paleontolog, dan paleoanthropologist) menghadirkan pemikirannya tentang konsep Noosfer (Noosphere). 



Meskipun pemikiran ini membuat Teilhard pada akhirnya mendapatkan reputasi global, namun riwayat hidupnya diceritakan sebagai orang yang “terbuang” dan meninggal dunia di gereja pengasingannya di New York pada tahun 1955 di usia 74.

Akibat pemikirannya tentang noosfer, ia hampir dinyatakan sebagai bidah. Karya tulis Teilhard kemudian disembunyikan oleh pejabat Vatikan. Satu dekade kemudian setelah kematiannya, buku-buku Teilhard diajarkan di sekolah-sekolah Jesuit. Dan hari ini ia memiliki reputasi global dalam evolusi dan spiritualitas. 

Menurut Teilhard (The phenomenon of man : 1959), noosfer adalah  selubung  pemikiran yang melingkupi bumi yang muncul melalui evolusi sebagai konsekuensi dari pertumbuhan kompleksitas/kesadaran ini. Dalam bahasa yang lebih sederhana, noosfer muncul melalui dan didasari oleh interaksi pikiran manusia. 

Sir Julian Huxley dalam kata pengantarnya dalam buku “The phenomenon of man” mengomentari:  […] ia [Teilhard] merujuk noosfer sebagai lapisan atau membran baru di permukaan bumi, sebuah “lapisan pemikiran” yang ditempatkan di atas lapisan hidup biosphere dan lapisan tak bernyawa dari bahan anorganik, lithosphere (…)



Teilhard mengusulkan bahwa jika kehidupan terus ada maka planetisasi, sebagai proses biologis menghasilkan otak global, yang tentu juga akan menghasilkan pikiran global, yaitu: tingkat kesadaran planet baru dan jaringan pemikiran. Inilah yang kemudian disebutnya sebagai noosfer. 

Oleh sebagian kalangan, lapisan teknologi yang diusulkan Teilhard ini diartikan sebagai suatu antisipasi dini dari kemunculan Internet dan Web. Tapi menurut saya, ini lebih merupakan keberhasilan Teilhard menangkap fenomena Lauh Mahfuzh lalu membawanya ke dalam alam berpikir manusia.

Kuat dugaan saya jika Nikola Tesla adalah satu-satunya orang yang telah memikirkan dan berniat membangun suatu infrastruktur yang memungkinkan manusia secara harafiah dapat mengakses jaringan noosfer.

Menara Wardenclyffe (juga dikenal sebagai Menara Tesla) yang dibangun Tesla, umumnya dipahami sebagai stasiun transmisi nirkabel, yang dimaksudkan berfungsi untuk mengirimkan pesan, telepon dan bahkan gambar, berdasarkan teorinya menggunakan Bumi untuk menyalurkan sinyal. 

Dalam eksperimennya Tesla berteori bahwa jika ia menyuntikkan arus listrik ke bumi pada frekuensi yang tepat dia dapat memanfaatkan apa yang dia yakini sebagai muatan listrik planet itu sendiri dan menyebabkannya beresonansi pada frekuensi yang akan diperkuat dalam “standing waves” yang dapat disadap di mana saja di planet ini untuk menjalankan perangkat atau, sebagai pembawa sinyal. 

Namun nampaknya, dalam perkembangan eksperimennya, ia telah melangkah lebih jauh. Metode selanjutnya yang ia jelaskan tentang memotret pemikiran, dan menyalin impuls listrik dari otak, membuat saya menduga kuat jika ada kemungkinan ia telah tiba pada pemikiran tentang adanya jaringan global di atas lapisan bumi – terbentuk oleh gelombang listrik yang terpancar dari setiap otak manusia di muka bumi.

Fakta ini berkorelasi langsung dengan teori Teilhard “noosfer muncul melalui dan didasari oleh interaksi pikiran manusia,” bahwa, ketika kita berpikir, otak kita memancarkan gelombang listrik yang membuat kita terhubung ke jaringan noosfer.

Jadi jika pada hari ini kita dapat mengakses jaringan internet dengan menggunakan perangkat seperti Handphone, tablet, laptop, dan sejenisnya, maka, dengan teknologi yang berniat dikembangkan Tesla, untuk mengakses jaringan noosfer, kita mungkin membutuhkan sejenis helm Cerebro milik Prof. X di film X-Men.



Zaman Akashic 

Ervin Laszlo lahir 12 Juni 1932 [tanggal dan bulan kelahirannya persis sama dengan saya :)] adalah seorang filsuf sains Hongaria, dan penganjur teori kesadaran kuantum, dalam bukunya Science and the Akashic Field: An Integral Theory of Everything (2004) menempatkan bidang informasi sebagai substansi kosmos. ia menyebut bidang informasi ini sebagai “bidang Akashic” atau “Bidang-A”. Istilah Akashic diambilnya dari kata “Akasha” yang dalam Sansekerta berarti “ruang.”

Dia mengemukakan bahwa “ruang hampa kuantum” adalah energi fundamental dan medan pembawa informasi yang menginformasikan tidak hanya alam semesta saat ini, tetapi semua alam semesta dulu dan sekarang (secara kolektif, ” Metaverse “).