Dalam bahasa Inggris, kata Apokalips (inggris: apocalypse) pada masa sekarang umumnya merujuk pada makna: akhir dunia.
Etimologi kata Apokalips dianggap berasal dari Latin ‘apocalypsis’, dan Yunani kuno ‘apokalupsis’, yang secara harfiah berarti ‘mengungkap’ ( dari apo = setelah, dan kalupto = aku menutupi).
Dr. Richard Goswiller menjelaskan jika kata ‘Apokalips’ (inggris: apocalypse) adalah sebuah istilah Yunani yang ditemukan dalam Perjanjian Baru yang berarti “penyingkapan atau pengungkapan hal-hal yang sebelumnya tidak diketahui dan yang tidak dapat diketahui selain melalui penyingkapan” (Goswiller, R., 1987: 3, Revelation, Pacific Study Series, Melborne).
Dalam bidang eskatologi, literatur Apokalips akrab kita temukan.
Literatur Apokalips umumnya merinci visi tentang akhir zaman yang diwahyukan Sang Pencipta kepada para nabi atau orang-orang suci di masa lalu, melalui perantara utusan surgawi (malaikat), atau dapat juga melalui mimpi. Misalnya Daniel, tokoh suci yang dikisahkan dalam Alkitab dan juga dikenal dalam tradisi Islam, diriwayatkan mendapatkan penglihatan apokaliptik melalui mimpinya.
Sepanjang sejarah umat manusia, ada banyak para nabi dan tokoh-tokoh suci dari berbagai agama yang diriwayatkan mendapatkan pengetahuan apokaliptik. nabi Adam mendapatkan visi bahwa dunia akan mendapatkan pemurnian melalui bencana banjir bah dan bencana kebakaran api, nabi Idris mendapatkan visi bahwa di masa depan sejarah akan dimanipulasi oleh pihak tertentu.
Nabi Muhammad mendapatkan visi bahwa menjelang akhir dunia umat manusia akan dilanda perang, berjangkitnya wabah, dan masih banyak lagi lainnya, begitu juga Buddha Gautama, mendapatkan visi yang dapat dikatakan senada dengan apa yang disampaikan nabi Muhammad (tentang perang dan wabah penyakit).
Pengetahuan apokaliptik dari para nabi dan orang suci dari masa lalu inilah yang kemudian menjadi literatur bergenre apokaliptik dalam naskah-naskah suci berbagai tradisi agama.
Meskipun visi tentang kejadian di masa depan telah sampai pada kita melalui naskah-naskah apokaliptik, namun kenyataannya, visi tersebut tetap saja tidak mudah untuk dipahami.
Kesulitan memahami nubuat tentang akhir zaman memang dapat dimengerti, dikarenakan narasinya terkadang bersifat metafora, dan walaupun beberapa diantaranya bukanlah sebuah metafora, tapi narasinya tidak secara spesifik menyebutkan waktu kejadian – sehingga pada akhirnya kita tetap dituntut untuk berupaya menafsirkan.
Mengenai pendapat sebagian kalangan bahwa kata ‘Apokalips‘ adalah istilah yang berarti ‘penyingkapan selubung’ yang merujuk pada fenomena pengungkapan kepada orang-orang istimewa tertentu, tentang sesuatu yang tersembunyi dari umat manusia – pada dasarnya, dapat pula diterima sebagai suatu pendapat yang ada benarnya.
Oleh karena, beberapa bunyi nubuat tentang akhir zaman secara tersirat mengindikasikan jika sesi atau babak akhir zaman dapat dianalogikan layaknya babak akhir pada sebuah film atau drama. Di mana pada bagian akhir itu, hal-hal yang sebelumnya samar dan merupakan misteri, satu persatu akan diungkap dan diperjelas, sehingga pada akhirnya kita yang menonton dapat mengetahui dan memahami keseluruhan jalan cerita film atau drama secara utuh.
Bahkan, selama ini pun kita sebenarnya sudah terbiasa mengibaratkan kehidupan di dunia ini sebagai panggung sandiwara. Di dalam Al Quran sendiri, hal ini diisyaratkan dalam surat Al-Ankabut ayat 64: “Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan permainan. Dan sesungguhnya negeri akhirat itulah kehidupan yang sebenarnya, kalau mereka mengetahui.”
Di sisi lain, dengan analogi demikian, kita dapat memahami bahwa saat menuju akhir zaman adalah saat di mana banyak hal yang sebelumnya merupakan misteri dan menjadi teka-teki sejarah yang tidak terpecahkan, akan dapat terungkap satu demi satu. Begitu juga dengan pemahaman sejarah masa lalu yang menyimpang, akan pula mendapat pelurusan.
Intinya, akhir zaman adalah momentum pengungkapan dan pelurusan berbagai hal, yang secara esensi dapat dipahami sebagai “saat di mana kebenaran ditegakkan”. Ini setidaknya sejalan dengan makna dari etimologi kata ‘kiamat’ yang berasal dari bahasa Arab ‘qiama’ yang berarti: bangkit / tegak.
Karena itu, terungkapnya hal-hal yang telah menjadi misteri tak terpecahkan selama ribuan tahun dalam sejarah umat manusia, pun sebenarnya dapat pula dilihat sebagai sebuah gejala atau tanda-tanda telah dimulainya hitungan mundur menuju akhir zaman.
Adapun mengenai tujuan Sang Pencipta menyampaikan visi akhir zaman pada nabi dan orang tertentu di masa lalu yang kemudian menjadi bahan literatur apokaliptik pada hari ini, nampaknya semata-mata agar manusia dapat waspada, karena bagaimanapun juga, situasi di akhir zaman adalah situasi yang sangat sulit, yang berpotensi membuat umat manusia menyimpang jika tidak ada peringatan yang memadai untuk itu.
Sejalan dengan pertimbangan ini, Imam Al-Hafizh Ibnu Hajar mengungkapkan, “Hikmah didahulukannya tanda-tanda kiamat ialah untuk menyadarkan orang-orang yang tengah lalai serta menghimbau mereka bertaubat dan BERSIAP-SIAP.”
Baca kelanjutan pembahasan ini dalam:
Makna dari Nubuat “Empat Penunggang Kuda”. Dalam tulisan ini saya mengurai interpretasi siapa dan apa sesungguhnya yang di analogikan dalam nubuat tersebut.
Siklus Angka Kosmis dalam Nubuat Akhir Zaman. Dalam tulisan ini saya menunjukkan angka-angka yang menjadi siklus pembukaan segel pertama hingga segel ketujuh yang diwahyukan Allah sebagai visi apokaliptik Yohanes.
Sekian. Semoga bermanfaat. Salam.